Pak Jokowi, Stop Bicara Tanpa Fakta!

Ilustrasi - Foto : Net 
Kebiasaan Jokowi untuk melemparkan kesalahan kepada orang lain, sudah terjadi sejak dirinya menjabat sebagai walikota di Solo.

Kini, setelah menjabat sebagai Presiden pun, kebiasaan itu tak juga hilang. Jokowi, sering tak siap dengan akibat dari kebijakan yang dibuatnya secara asal-asalan. Dalam banyak hal, Jokowi terkesan sangat impulsif. Akibatnya, ketika kebijakan itu tak memenuhi ekspektasinya, Jokowi pun dengan mudah melemparkan tuduhan kepada pihak lain. Dalam bahasa sederhana, Jokowi mengkambinghitamkan orang lain.

Jawaban Jokowi yang terkesan mengkambinghitamkan itu sebetulnya ekspresi ‘cucitangan’, karena sesungguhnya, ia pun tak pernah berfikir bahwa kebijakannya mampu berakibat kompleks. Akibatnya, ketika didesak untuk memberikan solusi, jawaban Jokowi pun terkesan ‘ngeles’, ‘cucitangan’ bahkan,  meminjam istilah seorang tukang becak di Solo, “Jokowi niku ‘waton njeplak’..” (Jokowi itu asal buka mulut saja).

Contoh terbaru, adalah tudingan Jokowi bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah karena kesalahan SBY. Hal ini tentu terkesan ngawur bahkan, maaf,  bodoh dan naif. Karena, meski Rizal Ramli menegaskan ada 4 hal yang diabaikan Jokowi, JK mengatakan bahwa bukan rupiah yang melemah.

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Universitas Padjajaran Idil Akbar meminta pemerintah Jokowi-JK tidak lagi berbicara tanpa data seperti saat masa kampanye atau melakukan pencitraan dengan naik menara. Karena sekarang adalah waktu bagi Jokowi dan JK bekerja keras, menjauhi segala pencitraan dan menunjukkan pada publik bahwa mereka layak memimpin negeri ini.

"Semestinya pemerintah Jokowi-JK kan harus berbasis data ketika berbicara itu. Ini sudah masanya pemerintah bertanggung jawab atas seluruh masalah bangsa," ujar Idil Kamis, 18 Desember 2014.

Menurutnya, kondisi seperti ini jangan lagi diulangi oleh para pembantu Jokowi-JK. Salah satu caranya, Jokowi harus memperbaiki komunikasi politik dalam pemerintahannya. Tak hanya kepada publik, namun juga kepada para menteri.

"Komunikasi politiknya harus diubah. Kalo perlu, Presiden tunjuklah juru bicara seperti yang diusulkan Prof Yusril, agar ada kontrol terhadap isu dan substansi materi yang hendak disampaikan ke masyarakat," katanya.

Idil meminta Jokowi-JK tidak mengajak rakyat kembali menengok kebelakang saat masa pemerintah SBY-Boediono.

"Toh menyalahkan SBY juga gak akan mengubah keadaan kan?," tambahnya.

Jika Jokowi masih terus menyalahkan pihak lain, rakyat perlu bercuriga bahwa sesungguhnya Jokowi tak memiliki kemampuan untuk memimpin negeri dan oleh karenanya, Jokowi harus lengser dari jabatan Presiden. (fs)

0 Response to "Pak Jokowi, Stop Bicara Tanpa Fakta!"

Post a Comment