Beranikah Pemprov DKI Membatalkan Perayaan Tahun Baru?

4 Musibah dan 1 Pesta - Foto : Net 
Hari ini tanggal 31 Desember 2014. Artinya, ini adalah hari paling akhir dari tahun 2014, karena esok hari sudah menjadi milik tahun 2015.

Bagi warga Jakarta, sejak Jokowi menjabat sebagai pemimpin Ibukota negara ini, momen pergantian tahun adalah kemeriahan. Ditandai dengan adanya Jakarta Night Festival, pesta pergantian tahun dipusatkan di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat hingga ke arah Jalan MH. Thamrin sampai di Bundaran HI.

Selain pesta kembang api yang menandai puncak Jakarta Night Festival, ada pula panggung hiburan yang diisi musisi tanah air dan aneka ragam jajanan khas Jakarta serta tentu saja warga yang memadati jalanan untuk bersukacita.

Tahun ini, gelaran Jakarta Night Festival, tetap dihelat. Meski dipusatkan di seputara Patung Kuda,  9 panggung pun sudah disiapkan menghibur masyarakat. Ada panggung di Dukuh Atas dengan hiburan tradisional Betawi dan dangdut, ada panggung di Jalan Teluk Betung yang mengusung gambang kromong, ada artis-artis top ibu kota di Jalan Imam Bonjol, ada panggung musik reggae di Sarinah, ada panggung musik pop alternatif di depan Gedung PT Pembangunan Jaya, ada panggung musik jazz di depan PT MRT Jakarta, ada panggung musik keroncong di depan Bank Syariah Mandiri, di Silang Monas Barat Daya ada panggung artis ibu kota, ada pula panggung musik nusantara di depan Wisma Antara.

Meski hari Senin, 29 Desember 2014 lalu Ahok menjanjikan warna dan rupa yang berbeda dari tahun sebelumnya, banyak warga yang menyarankan agar acara tersebut dibatalkan. Ide pembatalan ini tentu buruk bagi mereka yang telah banyak mempertaruhkan uang dan bergabung dalam bayangan kemeriahan pesta. Belum lagi pedagang-pedagang kecil yang merindukan momen setahun sekali ini untuk meraup keuntungan 200 sampai 300 ribu rupiah dalam semalam. Alangkah jahatnya mereka yang menyarankan pembatalan ini!

Mengapa harus dibatalkan? Bagaimana dengan 9 panggung yang sudah disiapkan oleh banyak pihak? Bukankah itu semua dibiayai dengan uang yang tak sedikit? Ah terlalu banyak alasan untuk tidak membatalkan acara Jakarta Night Festival.

Sementara, hanya ada satu alasan untuk tidak menggelar Jakarta Night Festival. Alasannya sederhana saja. Indonesia sedang berduka. Bencana silih berganti menyapa negeri ini. Bencana pun terjadi di tanah, air, api dan udara. 

Mari tengok bulan Desember 2014 ini saja. Diawali  tanah longsor di Karang Kobar, Banjarnegara pada 13 Desember 2014 yang menelan korban 95 orang meninggal akibat terkubur dan masih ada 13 orang lagi yang dinyatakan hilang. 

Jumat, 19 Desember 2014,  banjir menerjang kawasan Bandung Selatan. Tak kurang dari 36 ribu rumah terendam di 9 kecamatan di Kabupaten Bandung. Sementara di Jakarta sendiri, Jumat 26 Desember 2014, hujan deras  membuat Jakarta dikepung Banjir. Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur salah satu daerah yang terparah terendam banjir dengan ketinggian air 2 meter. 

Sehari setelahnya, 27 dan 28 Desember 2014, pusat batik dan tekstil terbesar di Jawa Tengah, Pasar Klewer Solo, terbakar. Api yang melalap semua bagunan pasar hingga merobohkan atap itu, baru bisa dijinakkan lebih dari 24 jam dengan kerugian ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah. 

Api di Pasar Klewer Solo belum padam, kembali berita buruk berhembus. Kali ini musibah di udara. Korbannya adalah penumpang dan awak pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ 8501. Tiga hari dinyatakan hilang, pesawat yang membawa 155 penumpang dengan rute Surabaya – Singapura itu akhirnya ditemukan di Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. 

Dua contoh alasan warga menginginkan pembatalan - Foto : Net 
Bagi mereka yang sudah susah payah bekerja keras, pembatalan ini tentu merugikan dan menyesakkan dada. Akan tetapi, adakah nyawa yang terbuang karenanya? Jawabnya tentu tidak.
Lagipula, kemarin, 30 Desember 2014, Jokowi sudah memerintahkan dilakukannya evakuasi masif terhadap korban musibah AirAsia pada hari ini, 31 Desember 2014.

Bahkan, menteri dalam negeri Tjahjo Kumolo, kemarin, Selasa 30 Desember 2014 berani meminta seluruh PNS di jajaran Kementerian Dalam Negeri untuk tidak merayakan tahun baru.


Senada dengan Tjahjo, pengamat politik dari UI, Agung Suprio pun menambahkan. 

“Lebih baik jika kita merayakan tahun baru dengan kesederhanaan, cukup dengan doa atau malam keprihatinan sehingga tahun baru dapat dimaknai dengan rasa solidaritas kepada sesama anak bangsa yang sedang dilanda kesedihan,” 

Andai kita mau menempatkan diri sebagai keluarga dari mereka yang kehilangan kerabatnya karena musibah longsor, banjir, kebakaran dan kecelakaan pesawat, masih ada kah keinginan kita untuk larut dalam pesta pora?

Sudah selayaknya kita menundukkan kepala dan menghargai upaya pencarian para korban dan melatih empati untuk tidak menari dan bergembira ria saat saudara kita sebangsa sedang dalam dukacita mendalam.

Soal uang yang terbuang atau berpotensi terbuang, percayalah, akan datang rejeki yang tak terduga untuk menggantikan uang yang terbuang karena niat baik. Yang dibutuhkan hanya keberanian dan rasa percaya. Berani menghentikan keinginan untuk pesta pora dan percaya bahwa niat baik dan simpati yang terhantar untuk mereka yang berduka, akan tergantikan kebaikan yang akan datang untuk kita.

Beranikah Pemprov DKI membatalkan perayaan tahun baru kali ini? Entahlah.. (fs)

0 Response to "Beranikah Pemprov DKI Membatalkan Perayaan Tahun Baru?"

Post a Comment