Naiknya Harga Komoditi, Permainan Kartel & Abainya Menteri Perdagangan



Sebetulnya waktu Presiden Jokowi nunjuk Rachmat Gobel jadi Menteri Perdagangan apa pertimbangannya ya? Soalnya seperti kita tahu, dia itu pengusaha elektronik yang dapat turunan kaya dari orangtuanya, yang dari jaman kuda gigit besi sudah kerjasama dengan perusahaan elektronik Jepang.

Bayangkan di jaman SBY yang duduk di Mendag juga person-person yang tidak paham perdagangan, bahkan cenderung Neolib ..eh di Jaman Jokowi ini ternyata sama gak kapabelnya dengan menteri sebelumnya yang dipilih.

Satu contoh kongkrit di negeri ini permainan tengkulak dan pedagang besar yang membuat kartel harga, ternyata terus merajalela. Bahkan belakangan pelaku (tengkulak) yang kebanyakan dari etnis tertentu ini, makin tidak punya rasa kemanusiaan lagi.

Naiknya harga komonditi di pasar saat ini seolah itu secara otomatis menaikkan harga jual petani. Orang yang gak ngerti lapangan dan tata niaga perdagangan pasti berpikir simpel seperti itu. Bahkan mungkin pejabatnya pun berpikir seperti itu. Mereka tidak paham, bahwa yang menikmati harga tinggi itu adalah pedagang pengumpul atau pengepul dimana antara pedagang satu dengan lainnya melakukan kartel untuk membentuk harga di pasar.

Satu contoh yang baru saya lihat sendiri adalah ketika kemarin saya ke Kecamatan Karang Kobar, Banjarnegara tempat bencana Tanah Longsor. Saya waktu bertemu pak Lurah Sampang, tempat bencana, tidak hanya cari data korban, tapi juga tanya soal komoditi setempat. Di kecamatan ini, kebetulan pendapatan utama petani adala menanam sayur, termasuk cabe dan berkebun salak. Pas saya datang hari Sabtu (27/12) beberapa petani pemilik lahan mulai akan panen cabe. Harga cabe di tingkat petani hari itu menurut para petani dan pak lurah, 15.000/kg (cabe rawit merah dan hijau). Saya bersama teman-teman sampai terhenyak kaget, karena harga di Jakarta masih 90-100 ribu per kg.

Sedangka harga Salak Pondoh di tingkat petani 1000/kg (gilaaaa murah bangett, lagi panen raya).
Tidak percaya melihat kenyataan, meski para petani sudah bersumpah, kami pun meluncur ke Pasar Karang Kobar, ternyata harga cabe sudah mulai dua kali lipat dari petani yaitu 30 ribu/kg (eceran). Dan harga salak Rp 3000/Kg.

Nah, bagaimana ceritanya sampai Jakarta dan kota-kota lain yang jauh dari sentra cabe harga sampai 100 ribu/kg? INILAH PERMAINAN KARTEL itu.

Ini yang saya maksudkan apakah Menteri atau pejabat selama ini paham dengan "distorsi harga" yang seperti ini yang dilakukan para pedagang (pengepul???).

Jaman Pak Harto masih mending, karena para Kartel tadi diimbangi oleh peran Bulog/Dolog dan berfungsinya RRI sebagai pemberi informasi harga.

Sejak reformasi sampai sekarang tata niaga komoditas pertanian benar-benar 1000 persen di tangan TEMGKULAK.... mereka yang membentuk harga di pasar.

*dari fb Nanik Sudaryati

0 Response to "Naiknya Harga Komoditi, Permainan Kartel & Abainya Menteri Perdagangan"

Post a Comment