Adakah IM Telah Gagal dan Selayaknya Membubarkan Diri?



Oleh Dr Azzam Tamimi, London*

Dengan niat baik atau dengan maksud busuk, sebagian orang, di sini ataupun di sana mengumumkan bahwa apa yang terjadi pada tahun 2013 (di Mesir, setelah Mursi akhirnya dikudeta -ed) telah menggulung lembaran Ikhwanul Muslimin, dan bahwasanya sudah tiba saatnya bagi mereka untuk membubarkan diri, sebab, sebagaimana pendapat sebagian orang ini, Ikhwan telah gagal dan tidak ada lagi peran bagi mereka.

Sebagian dari yang mengulang-ulang pernyataan ini terdapat orang-orang yang menyatakan berafiliasi kepada Ikhwan, atau kepada Pemuda Ikhwan, bahkan, sebagian dari mereka, pada suatu masa yang lalu pernah berada di posisi puncak di dalam internal Ikhwan.

Saya belum dilahirkan saat Ikhwan mengalami tribulasi pertama pada tahun 1954, dan sebagian dari tokohnya mati di tali dan tiang gantungan, sementara ratusan lainnya mendekam di dalam penjara dan ribuan lainnya terdeportasi dari negaranya.

Dan saat saya berumur sepuluh tahun Ikhwan mengalami tribulasi yang kedua pada tahun 1965, saat itu banyak sosok-sosok terbaik dari jamaah Ikhwan juga meninggal di tiang dan tali gantungan, ratusan lainnya memenuhi penjara dan ribuan lainnya kembali terusir dari negaranya sebagaimana para pendahulunya.

Dan sekarang saya tidak mengingat lagi betapa pada waktu itu saya hafaf betul detail dari apa yang terjadi saat itu. Namun ada satu hal yang sampai sekarang saya masih mengingatnya dengan baik, betapa salah seorang anggota keluarga kami, yang berpendapat bahwa Gamal Abdul Nashir adaalah sosok yang tulus ikhlas demi kebaikan umat Islam, dan bahwasanya dia adalah pembebas Palestina. Saat itu, anggota keluarga kami itu begitu girang atas apa yang terjadi pada Ikhwan, dan bahkan ia ikut-ikutan berpesta atas jamaah Ikhwan yang mengalami malapetaka itu, hal ini karena media massa-nya Gamal Abdul Nashir tidak mengcapture keburukan apapun kecuali melekatkannya kepada Ikhwan, dan tidak ada satu tuduhan buruk dan busuk kecuali dialamatkan kepada Ikhwan.

Barulah sekarang ini saya dapat mempersepsi kenapa pada waktu itu sebagian dari anggota keluarga kami berbuat demikian saat Ikhwan mengalami tribulasi, dan saya sekarang bisa mempersepsi apa yang kami dengar sekarang tentang Ikhwan, baik yang berupa celaan, kritikan, dan tuntutan untuk membubarkan diri dan menjauh dari panggung kehidupan. Sama persis dengan tindakan seorang kritikus yang begitu benci kepada Ikhwan di mana ia melemparkan seluruh tanggung jawab atas segala yang terjadi kepada Ikhwan dan kepada semua orang yang terbukti bersama Ikhwan. Sang kritikus ini pun berpendapat bahwa tidak ada lagi jalan baginya untuk bekerja, bersungguh-sungguh dan berjihad demi mewujudkan berbagai kemenangan dan kesuksesan untuk umat kecuali jika Ikhwan membubarkan diri dan memberi jalan yang seluas-luasya bagi sang kritikus untuk mengaktualisasikan segala macam kreasinya. Alasannya, Ikhwan yang telah berumur lebih dari 80 tahun ini telah gagal dan terbukti tidak mampu mewujudkan cita-citanya.

Saya tidak dalam posisi menentang keharusan semua orang untuk melakukan review, atau introspeksi, atau mengkritik dan dikritik, dan saya juga tidak berpendapat bahwa Ikhwan atau selain Ikhwan adalah kumpulan manusia yang ma’shum atau di atas tuntutan untuk dimintai pertanggung jawaban (tidak tersentuh oleh pertanggung jawaban), hanya saja, semenjak terjadi kudeta yang sangat curang di Mesir pada tahun lalu, saya melihat, kebanyakan dari yang dikatakan terhadap Ikhwan sangatlah jauh dari standard kritik ilmiah, atau penilaian yang berdasar atau vonis yang objektif.

Orang yang berpendapat bahwa Ikhwan telah gagal, pada dasarnya dikarenakan oleh adanya ekspektasi terhadap suatu hasil yang belum terwujud, dan saya tidak mengetahui bagaimana orang tersebut membebankan tanggung jawab atas mimpinya yang tidak terwujud itu kepada Ikhwan? Padahal kita tahu bahwa Ikhwan tidaklah menjanjikan terwujudnya surga dunia bagi manusia, mereka hanyalah menyerukan apa yang mereka yakini sebagai kebaikan dunia dan akhirat, atau mengajak mereka untuk berjihad dan bermujahadah melakukan perbaikan hidup agar mendapatkan sukses di hari kemudian nanti. Sekalipun Ikhwan tidak pernah berkata bahwa tujuan mereka adalah membuat ridha seorang makhluk, justru, slogan yang selalu mereka kumandangkan adalah: Allah tujuan kami, Rasulullah tauladan kami, jihad jalan kami, dan meninggal di jalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi.

Setiap kali saya mendengar seseorang menuduh Ikhwan telah gagal, yang terlintas di benak saya adalah sebuah sikap yang dideskripsikan oleh Q.S. Al-Buruj saat si raja yang mengaku sebagai tuhan memerintahkan kepada para algojonya agar melemparkan ke dalam parit yang berisi api yang menyala-nyala semua orang yang menolak untuk kembali kepada kemusyrikan setelah mereka mengenyam ketauhidan. Adakah disebut gagal mereka yang memilih mati dibakar api demi ketidak mauan mereka untuk tunduk dan sujud kepada selain Allah SWT? Dan apakah si Thaghut yang berhasil membunuh mereka dengan cara yang sangat buruk itu disebut menang? Dan apakah si al-ghulam kita sebut telah gagal saat ia mengorbankan dirinya untuk menerima tembakan anak panah di pelipisnya dengan harapan agar mata masyarakat terbuka untuk melihat yang bathil adalah bathil dan yang hak adalah hak dan mereka tahu secara meyakinkan bahwa Allah SWT Tuhannya si al-ghulam adalah Tuhan yang Esa, satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, adakah pengorbanan si al-ghulam itu kita sebut gagal?

Lalu, kalau saja pada waktu itu terdapat orang-orang yang karena takut kepada penguasa zhalim yng mengancam mereka dengan api itu, kalau saja ada yang menuruti kemauan raja yang zhalim, lalu mau meningalkan agama tauhid dan kembali syirik menyembah raja, adakah mereka itu disebut sukses dan menang? Sementara yang mati terbakar di parit api adalah orang-orang yang merugi dan gagal? Manakah diantara dua kelompok ini yang berada di atas jalan kebenaran, wahai orang-orang yang berputus asa?

Lalu, semenjak kapan Ikhwan memonopoli kerja dakwah atau politik? Dan semenjak kapan mereka mengklaim bahwa lapangan dakwah dan politik tidak lagi dapat menampung kecuali Ikhwan, yang lalu atas “tududah” ini sebagian orang ngotot agar Ikhwan menyingkir dan membubarkan diri? Kalau saja ada yang memandang bahwa dirinya memiliki kelayakan, keutamaan dan kemampuan untuk sukses, maka silahkan saja memasuki lapangan, sebab umat  memerlukan segala bentuk jerih payah yang konstruktif. Ada pun main ngotot-ngototan agar orang lain merubuhkan bangungan rumahnya untuk mengubur diri mereka supaya orang yang ngotot ini dapat membangun istana mimpinya itu, maka model ngotot-ngototan ini, demi Allah, adalah sesuatu yang sangat aneh bin ajaib!!

Sebagian anak muda mengatakan bahwa ia telah bosan menyaksikan orang-orang tua tetap bertengger di atas kursi kepemimpinan dan mendominasinya, lalu karenanya anak-anak muda itu meminta kepada orang-orang tua untuk menyingkir agar kekosongan mereka bisa diisi oleh anak-anak muda!!

Mereka lupa bahwa saat mereka menembakkan anak panah tuduhannya kepada Harakah Islamiyah, bukankah mereka dalam keadaan enak-enakan duduk di atas kursi, sementara orang-orang tua yang mereka tuduh dan bicarakan itu sedang mendekam di dalam penjara dalam keadaan tetap tegar, tsabat, yakin dan penuh keridhaan terhadap qadha dan qadar Allah SWT, mereka yakin bahwa tribulasi yang mereka alami merupakan sunnatullah yang mesti terjadi dalam rangka terjadinya tadafu’ (dorong-mendorong) antara hak dan bathil, mereka juga memahami dengan baik bahwa keadaan seperti mereka ini telah dijalani oleh para penyeru kebaikan sebelum mereka, dari zaman ke zaman, sehingga Allah SWT mengijinkan terjadinya perubahan.

Sebagian orang lain merasa nyaman saat menghabiskan berjam-jam dalam mengunyah perjalanan hidup mereka-mereka yang mendekam di dalam penjara atau berada di pengasingan, mereka mendapatkan kepuasan yang luar biasa saat membicarakan kesalahan-kesalahan para masyayikh dan kesalahan-kesalahan pilihan mereka, mereka menantang, kalau saja mereka berada pada posisi Mursi, atau Khairat Syathir, atau fulan, atau fulan, niscaya dirinya tidak akan melakukan ini dan itu, begitu seterusnya dalam satu praktik yang sebenarnya sia-sia, dan tiada guna, padahal dia sama sekali belum menguasai berbagai situasi dan kondisi yang membuat para tokoh pimpinan itu terdorong untuk berijtihad di tengah suasana yang sangat rumit dan sulit, lalu, bagaimana mungkin seseorang mentaqwim kinerja satu generasi penuh yang menghabiskan waktu mereka di dalam penjara, sementara kami belum mengetahui kemampuan orang yang mentaqwim ini? Lalu manakah yang benar dan manakah yang salah? Anggap saja seseorang berijtihad dalam berpolitik, bukankah ia tetap berpahala meskipun salah?

Oleh karena itu, nasihat saya kepada mereka yang tidak senang dengan kinerja Ikhwan, khususnya kepada mereka yang pada suatu hari yang lalu pernah menjadi bagian dari Ikhwan dan sekarang tidak sejalan lagi dengan Ikhwan, bekerjalah dengan leluasa, sebab lapangan sangat luas dan terbuka, silahkan bekerja atas keberkahan Allah SWT, berijtihadlah apa yang kalian anggap benar, berusahalah untuk sukses di tempat di mana kalian melihat orang lain telah gagal, sebab, Ikhwan, sudah terbukti sepanjang sejarah melahirkan banyak barisan, mereka pun menempuh berbagai macam pilihan, di antara mereka ada yang berbuat baik, ada juga yang berbuat salah, dan siapa saja yang berbuat baik, kebaikannya kembali kepada dirinya, dan siapa saja yang berbuat salah, kesalahannya akan menimpa dirinya. Ikhwan memang tidaklah sama dengan Islam, dan bukan pula Jama’atul Muslimin, namun hanyalah sebuah jamaah dari kaum muslimin, mereka mempunyai fikrah, mereka menerapkan konsep berijtihad, dan siapa saja yang keluar dari barisannya tidaklah melakukan dosa kecuali jika ia melakukan sesuatu yang dipandang oleh syari’at sebagai dosa.

Adapun sikap ngotot dan bersikeras bahwa Ikhwan sudah selesai, dan dituntut untuk membubarkan diri, maka hal ini adalah urusan yang tidak ada gunanya, dan hanya buang-buang waktu saja, sebab, Ikhwan sebelum menjadi tanzhim, ia adalah fikrah, sementara fikrah itu tidak akan mati, mereka adalah harapan dan harapan itu tidak akan sia-sia, mereka adalah project reformasi, sementara reformasi itu berada pada posisi inti dari akidah kaum muslimin.

Wahai orang-orang yang terburu-buru, yang selalu menanamkan rasa putus asa dan orang-orang yang  berputus asa, selama di sana masih ada Ikhwan, selama di sana masih ada Jamaah Ikhwan, maka jamaah ini akan terus ada, selama Allah SWT masih mengijinkannya untuk ada, dengan seijin Allah, jamaah Ikhwan akan “sembuh” sebagaimana “sembuh” pada era sebelumnya, selama di sana masih ada seseorang yang bertawakkal kepada Allah SWT, dan siapa saja yang berumur panjang akan menyaksikan bahwa setelah kesulitan pasti terdapat kemudahan, dan bahwasanya setelah kesempitan ini akan ada kelonggaran dengan seijin Allah SWT, dan bahwasanya tribulasi akan segera berubah dengan kesabaran dan keridhaan kepada Allah SWT, berubah menjadi anugerah, maka, beruntung sekali mereka yang bersabar nan ikhlas!!

___
*dari artikel asli berjudul "Has the Muslim Brotherhood failed and should it disband?" (http://linkis.com/shar.es/T4Cay)

Dr Azzam Tamimi (twitter: @AzzamTamimi), Lectures & writes on Palestine & Islamic Political Thought & Islamic Movements & Founder of Alhiwar TV Channel. London, UK
 

0 Response to "Adakah IM Telah Gagal dan Selayaknya Membubarkan Diri?"

Post a Comment