Sepanggung dengan DEWA, Grup Nasyid Ini Mendapat Lemparan Batu dari Penonton
Ditulis oleh: Muchlis "Fatih"
Malam tahun baru 2006 akan menjadi kenangan yang tak akan bisa terlupakan bagi kami. Hedonisme masyarakat Jogja semakin menjadi saat malam pergantian tahun itu. Dan semua seakan terbukti dengan banyaknya event tahunan yang digelar di sepanjang Jalan Malioboro hingga Tugu Jogja. Dengan harapan-harapan baru di tahun 2006, pergantian malamnya tak akan terlewatkan begitu saja. Dari anak-anak kecil hingga orang tua, semuanya tumpah jadi satu untuk menyaksikan pergantian tahun itu.
Kesempatan ini merupakan peluang besar bagi perusahaan hiburan dan produk-produknya untuk dijual habis-habisan. Produk rokok yang paling banyak menyuplai dana untuk terlaksananya acara-acara hiburan pada malam itu. Dimulai dari tugu Jogja, ketoprak hingga band-band lokal ikut meramaikan malam itu. Jalan Malioboro juga tak ketinggalan meramaikan pesta itu. Panggung kecil dan besar semuanya ada. Dan puncaknya yaitu di alun-alun utara yang mendatangkan Super Grup band papan atas, DEWA. Yang digawangi oleh musisi besar Ahmad Dhani
Awalnya kami tidak percaya. Kami mendapat tawaran nampil di acara tahun baru di alun-alun utara yang mengadirkan grup band sebesar dan sepopuler DEWA. Kami hanya disuruh untuk menyanyikan lagu sholawatan dengan memakai kostum ala “Pangeran Diponegoro”. Sorban putih, celana putih dan gamis putih. Kami ragu-ragu untuk menerima tawaran ini. Akhirnya dengan segala pertimbangan, kami terima tawaran tersebut.
Setting awal susunan acara untuk kita tampil adalah saat pergantian tahun. Yakni event “terpenting” dalam sejarah pergantian tahun. Dari pukul 23.59 WIB tanggal 31 Desember 2005 ke pukul 00.00 WIB 1 Januari 2006. Dan rencananya saat detik-detik pergantian tahun yang kami iringi dengan lagu sholawatan tersebut, juga turut didampingi semua personil DEWA dan juga Bapak Wali Kota Hery Zudiyanto. Intinya, dari panitia menginginkan detik-detik pergantian tahun tersebut supaya lebih mengingat pada sang Maha Pencipta supaya hidup lebih baik di tahun yang baru 2006.
Akhirnya, waktu kami untuk perform-pun segera tiba. Saya masih ingat, saat acara pembukaan konser yang dibuka oleh Bapak Wali Kota Hery Zudiyanto sudah berlangsung ricuh. Bayangkan saja, alun-alun utara Yogyakarta (sebelah utara Keraton) itu sejak awal sudah mulai penuh sesak oleh penonton yang ingin nonton DEWA. Bahkan saat pak Wali Kota masih memberikan sambutan, sebagian penonton sudah meneriakkan “turun-turun”. Saya menebak, bahwa sebagian penonton sudah mulai mabuk.
Setelah sambutan pak Walikota selesai, tibalah giliran DEWA sebagai bintang tamu utama yang membakar suasana di malam itu. Penonton pun ikut tenggelam dalam suasana dengan lagu-lagu hits mereka. Bahkan sesekali Once – sang vocalis – mengajak nyanyi para penonton dan diikuti dengan kompak oleh lautan manusia tersebut. Acara malam itu berlangsung heboh dengan penampilan DEWA yang sudah lama ditunggu-tunggu.
Mendekati pukul 23.50 WIB, DEWA terpaksa menyudahi performance mereka sesuai rundown acara dari panitia. Sontak saja penonton berteriak kencang.. “Lagi… lagi… lagiii..” seakan mereka belum puas dengan performance mereka. Tapi apalah daya, susunan acara dari panitia sudah disetting seperti itu. Dan tibalah giliran kami untuk maju ke panggung menggantikan DEWA. Teriak MC, dan penampilan berikutnya kita panggil dia, “Fatiiihhhh!!”
Jreng.. jreeeeng!!! Bayangin aja, dengan kondisi penonton yang masih haus dengan penampilan DEWA dan sebagian penonton dalam kondisi mabuk, datanglah kami menggunakan sorban putih baju putih dan celana putih ala Pangeran Diponegoro sebanyak 5 orang. Tak tanggung-tanggung, saat kami baru mau jalan ke tengah panggung, saya masih ingat betul, kami dilempar sandal, batu, botol, dll terus menerus. Hingga kami kesulitan untuk menghindarinya. Akhirnya dengan ragu-ragu, kami coba menyanyikan lagu “Tombo Ati”-nya Opick ala acapella. Tidak jadi lagu “Sholawatan“, takut penonton semakin menjadi meluapkan ketidak puasannya kepada kami. Saat membawakan lagu “Tombo Ati”, kami dengan sigap menghindari lemparan batu, botol, sandal dari penonton. Jadi, sambil nyanyi, sambil menghindari lemparan, mirip-mirip Spiderman.. hehe..
Lagu pertama, ternyata kurang selamat. Masih banyak yang melempari kami, tapi kami masih dengan semangat untuk nyanyi satu lagu lagi. Akhirnya, skenario spontan, lagu kami sendiri yang ada di album kami dengan judul “Dzikir Adalah” sepakat untuk kami bawakan. Karena lagu ini genre-nya adalah dangdut, tapi dengan acapella alias musik mulut. Dan.. setelah kami mencoba untuk tenang dan mencairkan suasana, kami coba dengan gimmick atau joke supaya penonton lebih cair lagi. Ternyata betul, sesaat setelah kami dendangkan lagu acapella dangdut “Dzikir Adalah” penonton berhenti melempari kami. Bahkan sebagian penonton yang mabuk pun ikut berjoget. Tentu setelah kami minta setting sound system bisa lebih diangkat gain lagi. Sehingga mirip musik dangdut asli.
Ahh.. Alhamdulillah.. setelah menyelesaikan lagu tersebut, penontonpun ikut bertepuk tangan riuh. Akhirnya kami selamat! ^_^. Saya perkirakan ada sekitar 5.000 lautan manusia yang hadir di malam itu. Dan bau alkohol dari atas panggung masih sangat kuat sekali. Kami bersyukur tidak babak belur dengan lemparan batu, botol dan sandal dari mereka. Setidaknya mereka pernah mendengarkan lagu nasyid, walau dalam keadaan mabuk (meski ga semua lhoo..).
Dari malam itu, saya pribadi belajar banyak hal. Ternyata capaian para munsyid masih sangat jauh sekali. Di luar sana masih banyak orang yang tidak tahu lagu nasyid (lagu religi). Nasyid masih sering dikonsumsi oleh orang-orang yang notabene sudah dalam kondisi sholih. Kadang kita masih sering memperdebatkan nasyid itu haram atau halal. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa saat dangdut koplo dengan joget erotis bertebaran di TV-TV Nasional yang ditonton oleh anak-anak kecil. Apa itu bagus untuk pendidikan mereka?
Baru beberapa saja yang diterima baik masyarakat umum seperti Opick, Maher Zain, Hadad Alwi. Yang lainnya masih sangat kurang, padahal jumlah penduduk muslim di Indonesia ini adalah mayoritas. Perlu diingat juga, bahwa nasyid adalah salah satu bentuk dari syi’ar dakwah. Sehingga para penasyidnya juga menjadi bagian dari dakwah itu sendiri. Tidak hanya bernyanyi, tapi juga menjadi teladan bagi sesama. Dan itu PR kita bersama.
*sumber: nasyidjogja.com
0 Response to "Sepanggung dengan DEWA, Grup Nasyid Ini Mendapat Lemparan Batu dari Penonton"
Post a Comment