Masalah POLITIK atau KEMANUSIAAN?
Terkadang politik itu terlalu dinajiskan dan ketika atas nama kesucian kita memelihara diri dari najis politik, kita justru mendukung (minimal menguntungkan) pihak yang secara politik adalah salah. Misalnya ketika berbicara tentang palestina, maka euforia kita adalah soal kemanusiaan, yang memang penting dan ini adalah batas nalar kita sebagai manusia, karena kalau tidak ada empati "kemanusiaan" keterlaluan sekali.
Tapi apakah betul soal palestina dan soal-soal konflik lainnya hanya soal kemanusiaan, cinta kasih, dan BUKAN soal politik, atau tidak membutuhkan kejernihan pandangan politik?
Kadang kemanusiaan juga dapat menjadi jargon yang menipu, misalnya disodorkan kepada kita gambar-gambar dimana seorang anak perempuan memakai kifayeh ala palestina dan kippah (kupluk khas yahudi) sedang bermain dengan rukunnya, lalu kita terharu bahwa mereka "atas nama kemanusiaan" telah mengesampingkan perbedaan dan kebencian. Dan kebencian serta perang adalah hal buruk bagi siapa saja pelakunya, tak peduli konteksnya karena kita terlalu "mensucikan diri" untuk membahas lebih dalam soal-soal politik yang seperti itu. Lalu kita cukup merasa menjadi orang baik dan bijak ketika kita mendengarkan lagu-lagu yang mengutuk perang, politik, negara dan kadang tuhan. Dan kita terlupa atas apa persoalan sesungguhnya, bahwa soal itu memerlukan "solusi politik", bukan hanya kemanusiaan, meski (kemanusiaan) itu tetap penting dan harus ada.
Hal terpenting yang bisa disumbangkan oleh politik yang jernih adalah mengklarifikasi keadilan dari suatu konflik. Maukah kita jika tinggal di masa kolonialisme belanda, lalu kita disodori gambar-gambar "menyentuh" semacam itu, misalnya film dengan setting laki-laki pribumi (inlander) menjalin cinta dengan perempuan anak seorang gubernur hindia belanda, lalu kita terharu dengan kesucian cinta mereka yang mengesampingkan perbedaan melebihi perjuangan kemerdekaan?
Dan misalnya dalam masalah orde baru, teman-teman yang mudah lupa atau puber nya setelah masa reformasi begitu cepat mengidolakan sosok tommy soeharto dengan twit kritik-kritiknya pada rezim jokowi yang sekarang, dan kita cepat disodori dalih "memaafkan orde baru" agar bangsa ini bisa cepat keluar dari jebakan masa lalu. Namun masalahnya tidak akan ada pernah rekonsiliasi tanpa keadilan, dan pintu keadilan sudah ditutup ketika sampai pak harto meninggal pemerintah tidak pernah membuka dan mengadili. Singkatnya bagaimana kita bisa memaafkan kalau keadilannya tidak jelas? Bagaimana perasaan para korban ketika maaf mereka tidak kita tanyakan dan kita merasa menjadi mulia karena sudah memaafkan padahal kita bukan korban?
Dalam semua masalah konflik, sebut saja konflik syria, kudeta mesir, sunni syiah, pendudukan amerika di iraq dan afghanistan, konflik rasial di amerika, NU-PKI, dst sampai syiah di sampang, gereja yasmin di bogor, keadilan adalah dasar, baru setelah itu yang melampaui keadilan bisa kita lakukan. Adil itu artinya butuh fakta yang jelas, mendengarkan kedua belah pihak (bukan media pelacur yang bertebaran di mana-mana!), menyelidiki aturan main dan etika-etika yang harus diterapkan dan seterusnya.
Itulah mengapa yang diamanatkan oleh Al Quran ada dua, "innallaha ya'muru bil 'adli wal ihsan", setelah adil baru kita bisa ihsan (ihsan = lebih dari keadilan, seperti maaf, rahmah).
(Priyo Jatmiko)
0 Response to "Masalah POLITIK atau KEMANUSIAAN?"
Post a Comment