Hijab syar'i adalah kewajiban, bukan simbol agama - Foto : Net |
Jagad media sosial Twitter kembali dibuat geger. Lagi-lagi yang jadi sasarannya adalah kaum muslim. Setelah sebelumnya ada pernyataan keberatan soal hijab Polwan, pemaksaan penggunaan atribut Natal bagi karyawan muslim, kini ada persoalan baru. Pembatasan penggunaan hijab syar’i bagi sebagai syarat pada proses penerimaan karyawan di sebuah BUMN. Benarkah?
Kabar mengenai pembatasan penggunaan hijab syar'i pada proses rekrutmen di salah satu BUMN, datang dari Dwi Estiningsih. Psikolog lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini, menyuarakan keprihatinannya melalui beberapa status di akun twitter pribadinya, @estiningsihdwi.
“Sudah lama sy tdk disebut Pemfitnah. Tdk percaya boleh kok. Tinggal dicoba saja. :) *kriteria rekruitmen sebuah bumn” - @estiningsihdwi 13 Desember 2014
Untuk membuktikan kebenaran kicauannya, Dwi Estiningsih kemudian mengunggah sebuah lembar persyaratan penerimaan karyawan yang di dalamnya tertulis dengan jelas, batas jilbab yang diizinkan oleh perusahaan tersebut.
pembatasan hijab syar'i - Foto : @estiningsihdwi |
“Mohon maaf, belum bisa sekarang..”, demikian tulisnya.
Hingga kini, belum diperoleh keterangan pasti mengenai pelarangan hijab syar’i dalam proses rekrutmen karyawan tersebut. Namun yang jelas, hal tersebut membuktikan adanya pembatasan hak pada muslimah.
--------
Menanggapi hal tersebut, seorang muslimah yang juga aktif di sebuah LSM di Surakarta, Laila Khusnaini mengatakan, seorang muslimah memiliki hak untuk tampil cantik dan tetap mulia sebagai seorang perempuan.
“Cantik dalam arti merawat tubuh sebagai ungkapan syukur kepada Allah, sekaligus mulia, sebagai ungkapan ketaatan kepada Allah,” ujar Laila, Sabtu 13 Desember 2014 ketika tampil sebagai pembicara dalam Pembukaan Akbar (Grand Opening) sebuah klinik perawatan khusus muslimah “Mojaaheda” di Hotel Loji, Solo.
Lebih lanjut, Mbak Ela - panggilan akrab Laila- mengatakan, mulia dimaknai sebagai bentuk ketaatan akan perintah Allah, termasuk mengenai menjaga penampilan, termasuk kewajiban menggunakan hijab sesuai dengan anjuran Allah, menggunakan peralatan kecantikan yang halal sesuai syari’ah dan sebagainya.
“Kan di Al Qur’an sudah jelas tercantum peraturan mengenai hijab, jadi ya ditaati. Itu perilaku mulia. Jadi kalau dilarang, ya mendingan tidak jadi karyawan di BUMN”, tegas Humaira, seorang muslimah yang turut hadir dalam acara tersebut, menanggapi larangan hijab syar’i dalam proses rekrutmen sebuah BUMN.
Larangan penggunaan hijab syar’i kiranya semakin mempertegas adanya ketidakpahaman dari pembuat peraturan akan kewajiban seorang muslimah untuk tampil cantik mulia sesuai anjuran Allah.
Benar pula ungkapan KH Salahuddin Wahid, biasa disapa Gus Sholah, ketika menegaskan bahwa masih banyak pihak yang tak mengetahui bahwa berpakaian sesuai syari’at adalah kewajiban, bukan simbol agama.
“Mereka tidak paham, jilbab itu kewajiban, bukan simbol agama”, ujar Gus Sholah, 13 Desember 2014.
Maka jika pemerintah melalui BUMN mulai membatasi penggunaan jilbab syar’i sebagai kewajiban bagi para muslimah, perlu dicermati adanya kemungkinan pura-pura tidak tahu dari para pembuat keputusan di negeri ini, untuk menekan eksistensi muslimah. [fs]
0 Response to "Ini Bukti BUMN Tolak Merekrut Muslimah Berhijab Syar'i"
Post a Comment