Pengamat perkotaan Nirwono Joga menilai, rendahnya penyerapan anggaran di DKI Jakarta bisa menjadi indikasi buruknya kinerja Pemprov DKI Jakarta. Pemberlakuan pola e-budgeting yang belum optimal menunjukkan ketidaksiapan Pemprov DKI Jakarta. Rendahnya serapan anggaran ini juga membuktikan banyaknya program di ibukota yang belum terealisasi.
“Ini menunjukkan dukungan dari dalam (Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD) juga tidak optimal. Pemusatan lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa DKI Jakarta juga tidak siap dari segi SDM dan anggarannya. Belum ada koordinasi jelas antara ULP dengan SKPD, seharusnya sebelumnya diberi pembekalan terlebih dahulu,” ujar pengajar Universitas Trisaksi ini di Jakarta, kemarin.
Sebagai pimpinan, kata Joga, seharusnya Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat mengayomi anak buahnya dan menganggap mereka sebagai anak, bukan sebagai musuh. Seharusnya, para PNS dan pejabat DKI dapat dibimbing lebih baik. Bukan justru hanya menebar ancaman pemecatan dan lainnya.
“Ini menunjukkan ketidakmampuan Ahok membimbing anak buahnya karena hanya meluapkan emosinya saja. Kalau Ahok masih belum dapat mengubah gaya kepemimpinannya itu, saya pastikan tiga tahun sisa kepemimpinannya di Jakarta banyak program terhambat,” katanya.
Menurut Joga, seorang pemimpin perlu tegas. Hanya saja, pemimpinan juga perlu bersahabat dan membina hubungan baik dengan anak buah serta warganya. Sikap Ahok yang keras dan kerap mengancam pemecatan, dinilai tidak baik bagi psikologis pegawainya. Akibatnya, kinerja para SKPD mandek dan banyak yang bekerja “setengah hati”.
Seharusnya, lanjut Joga, Ahok dapat memberi kenyamanan bekerja kepada SKPD seperti yang dilakukan oleh bekas Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Pada masa itu, gubernur memberi jaminan dan bertanggung jawab atas seluruh kinerja SKPD. Sehingga SKPD bekerja tanpa ada rasa khawatir, atau bahkan takut dalam menggunakan dana anggaran.
“Motivasi inilah yang dapat membuat pegawai leluasa merealisasikan masing-masing program unggulan mereka. Apabila ada SKPD yang masih membandel, seharusnya ditegur diam-diam. Tidak perlu diekspose ke media,” tandasnya seperti dilansir RMOL.
Terkait hal ini, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) DKI Jakarta 2014 yang terserap baru 30 persen dari Rp 72,9 triliun. ”Rendahnya penyerapan anggaran karena perencanaan program menggunakan sistem lama. Sedangkan pelelangan sudah menggunakan sistem baru,” ujarnya.
Seharusnya perencanaan program tahun ini menyesuaikan dengan sistem penganggaran baru dengan pola e-budgeting. Pola baru ini menuntut kuasa pengguna anggaran lebih detail dalam memasukkan informasi dokumen lelang. Sebagian besar kuasa pengguna anggaran belum siap dengan pola baru.
Banyak pengajuan dokumen lelang dibatalkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa DKI Jakarta. Penyebabnya bervariasi, sebagian karena dokumen lelang tidak diisi informasi yang lengkap dan sebagian lagi diisi dengan informasi salah.
Pemprov DKI Jakarta baru membentuk ULP tahun ini, bersamaan dengan pemberlakuan e-budgeting. Pada tahun pertama kinerjanya, ULP DKI Jakarta melayani hampir 10 ribu dokumen lelang pengadaan barang dan jasa. Sementara jumlah SDM, sarana kantor dan perangkat digital belum mendukung sepenuhnya. Bahkan, pada awal bekerja, aparat di ULP belum memiliki petunjuk teknis.
Berangkat dari pengalaman tersebut, tahun depan Pemprov DKI Jakarta akan memecah kantor ULP di 12 tempat. Tujuannya agar pelelangan berjalan cepat, tidak mengandalkan petugas di satu kantor. Tahun ini ULP berkantor di Gedung F di antara Gedung Balai Kota (Jalan Medan Merdeka Selatan) dan DPRD DKI Jakarta (Jalan Kebon Sirih).
Saefullah memprediksi, jika angka serapan itu hanya 70 persen dari nilai APBD DKI Jakarta 2014 sebesar Rp 72,9 triliun, akan ada sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) sekitar Rp 21,8 triliun.
”Kami akan terus mengejar serapan di sisa waktu penggunaan anggaran sampai akhir tahun. Paling tidak kami pastikan pengadaan barang dapat terlaksana,” tandas Saefullah. (ri)
0 Response to "Ahok Hanya Bisa Meluapkan Emosi ke Anak Buahnya"
Post a Comment