Wa Agi (60) warga miskin di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), harus bekerja ekstra keras lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Masalahnya, janda lima anak itu harus membayar premi Jaminan Kesehatan kepada pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada setiap bulannya sebesar Rp25.000/orang atau Rp150.000.
"Sebagai petani miskin, menyisihkan pendapatan sebesar Rp150 ribu/bulan untuk premi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi anggota keluarga melalui BPJS terasa sangat berat," kata Wa Agi di Kendari baru-baru ini.
Bagi keluarga yang memiliki sedikit kemampuan ujarnya membayar premi JKN kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp25.000/jiwa sebetulnya tidak terlalu berat.
Akan tetapi bagi keluarga kurang mampu apalagi miskin, beban Rp25 ribu/jiwa per bulan terasa sangat berat.
"Terasa menjadi beban, karena pendapatan dari hasil bertani saja sudah tidak sanggup memenuhi kebutuhan minimum sehari-sehari," katanya.
Dengan menyisihkan pendapatan untuk premi JKN kepada BPJS kata dia, tentu beban keluarga miskin bertambah berat.
Wa Agi, hanyalah salah satu dari ribuan keluarga miskin di Kota Kendari yang merasa terbebani dengan premi BPJS yang dibayar pada setiap bulannya.
Ny Intan (32), warga Kota Kendari lainnya yang tinggal di Kelurahan Andonuho, juga merasakan hal yang sama.
Menurut dia, ikut program JKN melalui BPJS memang bagus dan bisa menjadi dewa penolong karena bisa berobat di rumah sakit milik pemerintah secara gratis.
Namun premi yang dibayarkan melalui BPJS pada setiap bulannya, kata dia, terasa sangat membebani keluarga yang kurang mampu.
"Kita harus membayar premi setiap bulan, sedangkan dalam setahun bahkan lima tahun belum tentu kita sakit," kata ibu tiga anak yang berprofesi sebagai penjual sayur keliling itu.
Kesadaran Kesadaran masyarakat di Sultra ikut progran JKN melalui BPJS Kesehatan, masih sangat rendah.
Sejak program jaminan kesehatan masyarakat tersebut digulirkan awal tahun 2014, rata-rata masyarakat baru mengurus kartu kepesertaan JKN kepada BPJS Kesehatan setelah ada anggota keluarga yang menjalani perawatan di rumah sakit.
"Rata-rata masyarakat di daerah ini mengurus kepesertaan JKN melalui BPJS Kesehatan setelah masuk rumah sakit, saat petugas rumah sakit menanyakan kartu jaminan kesehatan kepada keluarga pasien," kata Kepala Unit Manajemen Pelayanan Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Kendari M Idar Ariesmunandar di Kendari pekan lalu.
BPJS Cabang Kendari sendiri tutur Idar terus berupaya mendorong masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi peserta program JKN melalui BPJS Kesehatan.
Sebab dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit secara gratis.
"Saat ini masih banyak masyarakat yang menganggap tidak penting ikut program BPJS Kesehatan," katanya.
Sebagian besar dari masyarakat, baru kasak kusuk mengurus kartu kepesertaan program JKN melalui BPJS Kesehatan setelah masuk rumah sakit, saat petugas rumah sakit menanyakan apa pasien yang bersangkutan pasien BPJS atau pasien umum.
Saat itulah ujar Idar, masyarakat baru menyadari kalau mereka membutuhkan program JKN melalui BPJS Kesehatan.
Karena memang, saat menjalani perawatan di rumah sakit/Puskemas miliki pemerintah atau pun rumah sakit swasta yang bermitra dengan BPJS tidak dipungut biaya apa pun.
Menurut Idar, dalam menarik minat masyarakat mendaftar jadi peserta JKN melalui BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan Cabang Kendari menerapkan tiga rogram utama.
Selain mendorong masyarakat melalui program promotif, BPJS Kesehatan juga menerapkan program curatif dan preventif kesehatan masyarakat.
"Program curatif memberikan pelayanan kesehatan prima kepada penerima manfaat pasien BPJS, sedangkan preventif memberi penyadaran kepada masyarakat agar selalu berperilaku hidup sehat dan rajin berolahraga," katanya.
Menurut dia, berperilaku hidup sehat dan rajin berolahraga akan menjauhkan masyarakat dari berbagai serangan penyakit, terutama penyakit menular.
Masyarakat yang tidak peduli dengan kebersihan dan malas berolahraga, sangat rentan terjangkit penyakit tertentu.
"Makanya, kita terus mendorong masyarakat agar berperilaku hidup sehat. Pada saat yang sama, kita juga mengajak masyarakat agar ikut program JKN melalui BPJS Kesehatan, karena BPJS memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta secara total," katanya.
Tidak dihargai Sementara itu, petugas kesehatan yang melayani pasien BPJS, bidan Syamsiah mengaku profesinya melayani pasien BPJS tidak dihargai sebagaimana layaknya melayani pasien umum.
Bidan yang melayani satu pasien peserta BPJS melahirkan di rumah sakit atau Puskemas, hanya diberi insentif sebesar Rp150 ribu oleh pihak rumah sakit.
"Kita tidak paham dengan kebijakan pihak rumah sakit. Saat kami mengajukan klaim pembayaran jasa layanan kepada pihak BPJS, kami menadatangani kwitansi Rp600 ribu per pasien, namun pihak rumah sakit hanya membayar jasa pelayanan kami Rp150 ribu per pasien," katanya.
Menurut bidan Syamsiah, tidak ada pembatasan jumlah pasien BPJS yang dilayani di rumah sakit.
Berapa pun jumlah pasien yang masuk, sepanjang ruang inap masih tersedia, pasien pasti diberikan pelayanan secara maksimal.
"Selain dilayani melalui rawat inap, pasien BPJS juga bisa menjalani rawat jalan," katanya.
Pasien yang dikenakan rawat jalan adalah pasein yang kondisi kesehatannya tidak terlalu mengkhawatirkan atau mengalami penyakit ringan seperti sakit gatal-gatal atau batuk ringan. [inilah]
Masalahnya, janda lima anak itu harus membayar premi Jaminan Kesehatan kepada pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada setiap bulannya sebesar Rp25.000/orang atau Rp150.000.
"Sebagai petani miskin, menyisihkan pendapatan sebesar Rp150 ribu/bulan untuk premi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi anggota keluarga melalui BPJS terasa sangat berat," kata Wa Agi di Kendari baru-baru ini.
Bagi keluarga yang memiliki sedikit kemampuan ujarnya membayar premi JKN kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp25.000/jiwa sebetulnya tidak terlalu berat.
Akan tetapi bagi keluarga kurang mampu apalagi miskin, beban Rp25 ribu/jiwa per bulan terasa sangat berat.
"Terasa menjadi beban, karena pendapatan dari hasil bertani saja sudah tidak sanggup memenuhi kebutuhan minimum sehari-sehari," katanya.
Dengan menyisihkan pendapatan untuk premi JKN kepada BPJS kata dia, tentu beban keluarga miskin bertambah berat.
Wa Agi, hanyalah salah satu dari ribuan keluarga miskin di Kota Kendari yang merasa terbebani dengan premi BPJS yang dibayar pada setiap bulannya.
Ny Intan (32), warga Kota Kendari lainnya yang tinggal di Kelurahan Andonuho, juga merasakan hal yang sama.
Menurut dia, ikut program JKN melalui BPJS memang bagus dan bisa menjadi dewa penolong karena bisa berobat di rumah sakit milik pemerintah secara gratis.
Namun premi yang dibayarkan melalui BPJS pada setiap bulannya, kata dia, terasa sangat membebani keluarga yang kurang mampu.
"Kita harus membayar premi setiap bulan, sedangkan dalam setahun bahkan lima tahun belum tentu kita sakit," kata ibu tiga anak yang berprofesi sebagai penjual sayur keliling itu.
Kesadaran Kesadaran masyarakat di Sultra ikut progran JKN melalui BPJS Kesehatan, masih sangat rendah.
Sejak program jaminan kesehatan masyarakat tersebut digulirkan awal tahun 2014, rata-rata masyarakat baru mengurus kartu kepesertaan JKN kepada BPJS Kesehatan setelah ada anggota keluarga yang menjalani perawatan di rumah sakit.
"Rata-rata masyarakat di daerah ini mengurus kepesertaan JKN melalui BPJS Kesehatan setelah masuk rumah sakit, saat petugas rumah sakit menanyakan kartu jaminan kesehatan kepada keluarga pasien," kata Kepala Unit Manajemen Pelayanan Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Kendari M Idar Ariesmunandar di Kendari pekan lalu.
BPJS Cabang Kendari sendiri tutur Idar terus berupaya mendorong masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi peserta program JKN melalui BPJS Kesehatan.
Sebab dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit secara gratis.
"Saat ini masih banyak masyarakat yang menganggap tidak penting ikut program BPJS Kesehatan," katanya.
Sebagian besar dari masyarakat, baru kasak kusuk mengurus kartu kepesertaan program JKN melalui BPJS Kesehatan setelah masuk rumah sakit, saat petugas rumah sakit menanyakan apa pasien yang bersangkutan pasien BPJS atau pasien umum.
Saat itulah ujar Idar, masyarakat baru menyadari kalau mereka membutuhkan program JKN melalui BPJS Kesehatan.
Karena memang, saat menjalani perawatan di rumah sakit/Puskemas miliki pemerintah atau pun rumah sakit swasta yang bermitra dengan BPJS tidak dipungut biaya apa pun.
Menurut Idar, dalam menarik minat masyarakat mendaftar jadi peserta JKN melalui BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan Cabang Kendari menerapkan tiga rogram utama.
Selain mendorong masyarakat melalui program promotif, BPJS Kesehatan juga menerapkan program curatif dan preventif kesehatan masyarakat.
"Program curatif memberikan pelayanan kesehatan prima kepada penerima manfaat pasien BPJS, sedangkan preventif memberi penyadaran kepada masyarakat agar selalu berperilaku hidup sehat dan rajin berolahraga," katanya.
Menurut dia, berperilaku hidup sehat dan rajin berolahraga akan menjauhkan masyarakat dari berbagai serangan penyakit, terutama penyakit menular.
Masyarakat yang tidak peduli dengan kebersihan dan malas berolahraga, sangat rentan terjangkit penyakit tertentu.
"Makanya, kita terus mendorong masyarakat agar berperilaku hidup sehat. Pada saat yang sama, kita juga mengajak masyarakat agar ikut program JKN melalui BPJS Kesehatan, karena BPJS memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta secara total," katanya.
Tidak dihargai Sementara itu, petugas kesehatan yang melayani pasien BPJS, bidan Syamsiah mengaku profesinya melayani pasien BPJS tidak dihargai sebagaimana layaknya melayani pasien umum.
Bidan yang melayani satu pasien peserta BPJS melahirkan di rumah sakit atau Puskemas, hanya diberi insentif sebesar Rp150 ribu oleh pihak rumah sakit.
"Kita tidak paham dengan kebijakan pihak rumah sakit. Saat kami mengajukan klaim pembayaran jasa layanan kepada pihak BPJS, kami menadatangani kwitansi Rp600 ribu per pasien, namun pihak rumah sakit hanya membayar jasa pelayanan kami Rp150 ribu per pasien," katanya.
Menurut bidan Syamsiah, tidak ada pembatasan jumlah pasien BPJS yang dilayani di rumah sakit.
Berapa pun jumlah pasien yang masuk, sepanjang ruang inap masih tersedia, pasien pasti diberikan pelayanan secara maksimal.
"Selain dilayani melalui rawat inap, pasien BPJS juga bisa menjalani rawat jalan," katanya.
Pasien yang dikenakan rawat jalan adalah pasein yang kondisi kesehatannya tidak terlalu mengkhawatirkan atau mengalami penyakit ringan seperti sakit gatal-gatal atau batuk ringan. [inilah]
0 Response to "BPJS, Antara Dewa Penolong dan Beban Warga Miskin"
Post a Comment