Kandang 'Banteng' dikabarkan marah kepada Jokowi karena telah membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri dan menunjuk calon Kapolri baru. Padahal Jokowi itu petugas partai PDIP. Apa lagi yang bakal terjadi?
Kemarahan kandang Banteng (PDIP) sudah diperhitungkan Jokowi sampai tingkat tertentu, dengan segala kemungkinan ekses dan efek buruknya. Namun pembatalan Jokowi atas BG itu mendapat respon positif publik sehingga kalau kemarahan 'Banteng' tak terkendali, publik bakal bereaksi membela Jokowi.
Kegeraman maksimal kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) adalah ancaman impeachment kubu Banteng terhadap presiden dan itu mudah dibaca dari pernyataan Effendi Simbolon, politisi Bateng baru baru ini, bahwa inilah saatnya, momentumnya, untuk melakukan pemakzulan atas Jokowi. Kira-kira begitulah hipotesa istana.
"PDIP marah ketika Presiden mengganti calon Kapolri. Tapi sampai sekarang kita tidak tahu marahnya itu seperti apa," ungkap anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo
Tapi menjatuhkan Jokowi bukan perkara biasa, tidak mudah pula meski Kabinet Jokowi tidak kredibel, dan hanya sekedar kerja dengan langgam business as usual belaka.
Tanda-tandanya jelas: rupiah tetap lemah dan beban utang luar negeri swasta dan Negara lebih dari Rp3000 trilyun, makin membuat posisi rupiah memerah.
Namun,dengan dukungan publik kepada Jokowi untuk membatalkan pelantikan BG, kini tinggal menunggu langkah pasti Jokowi untuk memperbaiki relasi dengan parlemen (KIH dan KMP) dan merombak kabinetnya, serta menyelamatkan dan memperkuat KPK. Celakanya, disitulah masalahnya: kepemimpinan Jokowi sendiri lembek sampai hari ini.
Jokowi hampir pasti mengalami kendala psikopolitik untuk memperbaiki relasi dengan KIH (kubu Banteng) karena ada kabar induk kandang Banteng yakni Megawati Soekarnoputri marah kepadanya, atau setidaknya kecewa berat.
Oleh sebab itu, perombakan Kabinet Kerja mutlak diperlukan untuk mengubah lanskap ekonomi-politik yang muram durja, agar membersitkan asa dan cahaya.
Dalam hal ini, sosiolog UI Imam Prasodjo, memprediksi para profesional yang bermoral, teknokrat hebat dan partai oposisi bisa masuk di jajaran Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla jika sebentar lagi ada reshuffle atau pergantian menteri kabinet.
Berbagai kalangan menilai, meredanya polemik KPK-Polri, isu kinerja kabinet bakal jadi sorotan media dan publik. Media sosial menilai kabinet transaksional Jokowi sudah layu atau bahkan mati suri untuk menggerakkan reformasi antikorupsi, Nawacita, Revolusi Mental dan Trisakti Soekarno.
Bahkan berbagai kalangan menilai, justru Jokowi yang harus direvolusi mental dahulu sebelum yang lainnya. Artinya, perombakan kabinet merupakan alternative krusial untuk mengubah keadaan agar Jokowi tidak terus menjadi ''sasaran tembak'' dan didesak mundur oleh civil society yang frustasi kepada kepemimpinannya yang lembek dan tak menjanjikan lagi.
Jokowi harus mampu mengubah karakter kepemimpinan itu menjadi kepemimpinan tranformatif dan decisive serta tegas, tanpa harus terus membungkuk di hadapan kubu kandang Banteng.
Tanpa perubahan karakter kepemimpinan yang demikian, pemerintahan Jokowi bakal menjadi 'ungoverning government', pemerintahan yang tidak mampu memerintah. Ibaratnya, orkes keroncong Solo yang lelah dan payah! [inilah]
0 Response to "Jokowi yang Lembek dan "Pemerintahan Yang Tidak Mampu Memerintah""
Post a Comment