Jangan Hukum Toge di Bawah Pohon Tauge




Empat tahun lebih buku mesum “Saatnya Aku Belajar Pacaran” karya Toge Aprilianto beredar di masyarakat. Buku dengan kalimat rayuan, "Jika pacarmu mengajak ML atau kamu yang ingin ML itu wajar kok. Pertanda bahwa kamu dan pacarmu normal karena itu adalah naluriah alamiah. Asal dilakuin dengan sama-sama happy" itu menyihir para anak bangsa.

Mungkin ada yang berpendapat kalau dilihat dari sisi penelitian psikologi sosial bahwa ternyata di Indonesia apa yang dilakukan generasi muda sudah parah bahkan si penulis juga menceritakan fakta. Namun lacurnya si penulis malah makin menghitamkan moral anak bangsa yang makin memburam.

Menyadari hal itu, dengan sangat jantan, Toge meminta maaf dengan santunnya di laman Facebook. Apakah cukup dengan minta maaf setelah "membunuh" moral anak bangsa? Tidak! Minta maaf saja tidak cukup harus ada tindakan hukum agar ada efek jera untuk penulis yang sudah lancung berulah dengan mata penanya.

Benar adanya Toge menulis dengan apa adanya, sesuai fakta dan silakan berdalih dengan tameng 'imajinasi'.  Dan di sinilah seberap jauh Toge bisa diukur akalnya. Saya sepakat dengan kawan bernama Ade Anita, Toge ini tentu dengan kesadaran penuh dia akan menulis buku dengan bahasa indonesia, diterbitkan lewat penerbit indonesia dan sasarannya adalah masyarakat indonesia. Dia harusnya memahami benar bahwa ia tentang etika dan budaya serta agama yang berlaku di Indonesia.

Ada benarnya kata seorang kawan, Irfan Hidayat, case seperti ini bukan menggeneralisir seseorang sebab belum atau tidak membaca bukunya. Dan tidak harus membeli bukunya sebab konteksnya malah jadi marketing biar laris terjual.

Pembahasan ini termasuk teknik slicing, yaitu mengiris bagian tertentu untuk mendapat 'isi' buku yang dimaksud. Sambil hemat uang daripada beli beginian, dan hemat waktu membaca semua isi bukunya.

Toge memang hanya seperti kecambah yang baru tumbuh, namun sayangnya tumbuhnya tidak sehat dan jadi benalu sekitar. Sebagai seorang yang menggeluti dunia psikologi, harusnya Toge memahami kondisi psikologi remaja kini. Ahli jiwa tapi sakit jiwa? Barangkali itu nyatanya. Toge mungkin sudah membebaskan sanak saudaranya untuk seks bebas.

Pihak berwajib harus sigap menanggap kasus ini. Tak cukup hanya melihat Toge minta maaf, tak cukup menggantung Toge di pohon tauge. Yang jadi korban sudah sangat berkelindan.


@paramuda

0 Response to "Jangan Hukum Toge di Bawah Pohon Tauge"

Post a Comment