Akar Masalah Konflik Sunni-Syiah


Ringkasan 'Catatan Akhir Pekan' Dr. Adian Husaini:

Kasus penyerbuan Majlis az-Zikra oleh orang-orang yang mengaku sebagai pembela Syiah itu mengingatkan kepada umat Islam Indonesia, bahwa sebenarnya masih ada masalah serius mengenai hubungan antara Muslim Sunni dan para penganut Syiah di Indonesia.

Dulu, dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012), berjudul “Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah” saya sudah menyampaikan solusi damai antara Muslim Sunni dan pengikut Syiah di Indonesia: “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini…. Itulah jalan damai untuk  Muslim Sunni dan kelompok Syiah.”

Formula itu sebenarnya pernah disampaikan oleh tokoh Islam Mohammad Natsir kepada petinggi negara Iran yang berkunjung ke Indonesia. Bahkan, kabarnya, Mohammad Natsir juga pernah “menantang” petinggi Iran, apakah Iran mengijinkan pengiriman dai-dai ke Iran untuk “mensunnikan” orang Syiah di sana? Pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban.

Polemik bahkan konflik Muslim Sunni dengan kaum Syiah sudah berlangsung ribuan tahun. Di Indonesia, gencarnya penyebaran paham Syiah mulai dirasakan kaum Muslim Sunni ketika jumlah pendakwah Syiah semakin meningkat disertai dengan sarana-sarana propaganda yang semakin canggih. Di berbagai daerah, agresivitas propaganda Syiah telah memicu konflik fisik dengan Muslim Sunni. Kasus terbesar adalah pengusiran orang-orang Syiah dari Sampang Madura oleh kaum Muslimin. Kabarnya, masih ada ribuan mahasiswa Indonesia yang kini belajar di Iran.

Sebagai bagian dari Muslim Sunni Indonesia, saya berharap khususnya pada tokoh-tokoh Syiah Indonesia agar memahami dan menerima keberadaan Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Energi dakwah mereka seyogyanya ditujukan kepada kaum Non-Muslim dan negeri-negeri non-Muslim lainnya. Jika mereka jujur mengakui Muslim Sunni sebagai saudaranya yang tidak sesat, maka untuk apa kaum Syiah itu giat menyebarkan pahamnya?

Isinya pun masih sangat klasik, yaitu mempersoakan keabsahan kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan. Bahkan, Tragedi Karbala yang menimpa Sayyidina Hussein, seperti dijadikan momentum oleh sebagian kalangan untuk terus-menerus menanamkan dendam kepada Muawiyyah dan para sahabat Nabi lainnya.

Logikanya, jika Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a. dicerca bahkan dilaknat oleh kaum Syiah, apakah mungkin kita kaum Muslim Sunni dijadikan saudara oleh mereka? Sebab, para sahabat dan istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam  itulah sebaik-baik manusia setelah Rasulullah saw. Dari merekalah kita mewarisi agama Islam dari Rasulullah saw. Bagaimana mungkin kaum Syiah ikhlas menerima Mushaf Utsmani, sementara mereka terus menghujat menantu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam tersebut?

Perbedaan yang sangat mendasar antara Muslim Sunni dan kelompok Syiah itulah yang harus dipahami dengan serius oleh para pemimpin di Indonesia. Pemimpin-pemimpin Islam seyogyanya tidak memandang ringan masalah Syiah ini. Mereka harus mencarikan solusi yang tepat, agar masalah Syiah tidak menyandera kebangkitan umat Islam Indonesia. Semoga kasus Sampang, Jember, Majlis az-Zikra, dan sebagainya, menyadarkan kaum Muslim Indonesia untuk segera mencari solusi yang sebaik-baknya. Wallahu a’lam.

Sumber: Hidayatullah

http://www.takrim-alquran.org/program-sedekah-al-quran-untuk-kedua-orang-tua-2/

0 Response to "Akar Masalah Konflik Sunni-Syiah"

Post a Comment