Jokowi-JK, Indonesia Timur, dan Kompleksitas Persoalannya

Jokowi-JK - Foto: inilah
Indonesia Timur adalah bagian integral dari Republik Indonesia. Ada baiknya Presiden Jokowi/Wapres Jusuf Kalla (JK), mendengarkan suara warga kawasan Indonesia Timur yang relatif marginal. Adakah suara mereka yang sendu? Sekian bulan lalu, Kaukus Indonesia Timur DPD-RI mengingatkan agar Jokowi-JK dapat memperbaiki kinerja pemerintahan sebelumnya yang terasa belum optimal melakukan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari masyarakat wilayah timur. Kurangnya perhatian pemerintah pusat selama ini dapat dilihat dari masih banyaknya provinsi dan kabupaten di kawasan timur yang tergolong sebagai daerah miskin atau tertinggal.

“Seakan-akan timur, di manapun timur, cenderung tertinggal atau hancur,” kata Nehemia Lawalata, tokoh GMNI Indonesia Timur.

Berdasarkan data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dari 183 daftar kabupaten daerah tertinggal, 112 di antaranya berada di wilayah timur Indonesia. Daerah-daerah tertinggal itu tersebar di 13 provinsi di wilayah timur, terutama sejumlah kabupaten di Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi.

Sudah tentu, JK kita anggap lebih tahu seluk-beluk Indonesia Timur dan kompleksitas persoalannya. Namun, mengherankan bahwa sejumlah tokoh dari kawasan Indonesia Timur menilai formasi Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo mengabaikan berbagai hal yang semula diperjuangkan sendiri oleh Jokowi.

Engelina Pattiasina yang mewakili para tokoh Indonesia Timur menyatakan Jokowi menggunakan standar ganda dalam merekrut menteri.

Dalam diskusi yang dipandu mantan Wakil Ketua DPD Laode Ida dan dihadiri antara lain, Kris Siner Keytimu, Immanuel G. Toebe, Yamin Tawari, Yopi Lasut, Karel Phil Erari, Petrus Salestinus, Paskalis Pieter, Natalis Pigai, Theopilus Luis, Munir Mastail, Mahasale Sangadji, Nehemia Lawalata dan Badri Tubaka, Presiden Jokowi juga dianggap Engelina telah mengabaikan aspek kewilayah, profesionalisme, dan yang pokok, mengabaikan eksistensi ribuan tokoh dan pakar dari kawasan yang menyumbang kekayaan besar bagi republik ini.

Alasan Engelina, hasil identifikasi, dari 34 anggota kabinet yang diangkat, 29 di antaranya berasal dari kawasan barat Indonesia (Jawa dan Sumatera), utamanya 24 dari Jawa dan lima orang dari kawasan timur Indonesia (Amran Sulaeman, Saleh Husin, Yohana S. Yembise, Rahmat Gobel dan AAN Puspayoga).

Padahal, kekayaan dari Kalimantan dikeruk senilai ratusan triliun per tahun, tetapi tidak satu pun putera/puteri Kalimantan dianggap pantas berada di cabinet. Bahwa sudah 35 tahun Maluku tidak pernah diakomodir dalam kabinet; dan sekitar 70 tahun anak dari Sulawesi Tenggara tak ada yang duduk di kabinet. Menyedihkan sekali rasanya.

Yang membuat makin terharu, bahkan dalam pemilu presiden lalu, kawasan timur memenangkan 70 persen suara untuk Jokowi-JK . “Sehingga sangat wajar kalau Presiden Jokowi memberikan apresiasi yang layak bagi kader-kader dari kawasan timur untuk bersama-sama dalam pemerintahan,” kata Engelina.

Oleh sebab itu, Jokowi-JK sudah seharusnya memperhatikan representasi seluruh wilayah dalam struktur kabinet, jika nanti terjadi kocok ulang kabinetnya.. Dalam memilih menterinya, jika nanti terjadi kocok ulang kabinet, Jokowi tidak cukup hanya melihat integritas, kompetensi dan rekam jejak saja.

“Melainkan juga harus memilih menteri yang merepresentasikan wilayah dari Sabang sampai Merauke,” kata Anggota DPD asal Sulawesi Barat, M Sybli Sahabuddin. Itulah suara dari timur. Semoga Jokowi berpihak dan mengambil langkah terukur, apalagi Tuhan tidak pernah tidur. [inilah/fs]

0 Response to "Jokowi-JK, Indonesia Timur, dan Kompleksitas Persoalannya"

Post a Comment