Kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi adalah bukti kemalasan Pemerintahan Jokowi-JK mencari jalan keluar lain dari permasalahan finansial.
"Menaikkan harga BBM bersubsidi untuk memulihkan kekuatan APBN adalah cermin pemerintahan yang tidak kreatif dan malas," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Sabtu, 23 November 2014.
Politisi muda partai Golkar yang biasa disapa Bamsoet ini menjelaskan, pemerintah masih bisa mengelola sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yang bila dioptimalkan akan mampu menguatkan ABPN.
"Antara lain bersumber dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," ujar Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, dengan ekstensifikasi dan penegakan hukum melalui perangkat yang bersih dan jujur, pemerintah masih berpeluang sangat besar untuk dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan negara dari pos PNBP pun masih sangat jika dikelola dengan efektif. Karenanya, menurut Bamsoet, bila pemerintah mau bekerja lebih keras untuk rakyat dan membenahi dua pos penerimaan ini, rasanya tak perlu menghimpit rakyat dengan menaikkan harga BBM.
"Jika pemerintah mau bekerja lebih keras membenahi dua pos penerimaan ini, rasanya pemerintahan Jokowi tak perlu menuntut pengorbanan berlebih dari rakyat," kata Bamsoet.
Merujuk pada pernyataan Dirjen Pajak Fuad Rahmany kepada KPK, telah terjadi banyak kebocoran pajak di sektor pertambangan selama ini. Fuad menjelaskan, hasil tambang, bebas diekspor ke luar negeri tanpa diketahui negara. Lebih parah lagi, banyak pengusaha tambang yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan ada pula sebagian pengusaha memiliki NPWP yang dibuat tak sesuai dengan ketentuan.
Sementara Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Dadang Suwarna menyebutkan terdapat 10.922 Izin Usaha Pertambangan yang dimiliki 7.709 pengusaha. Dari jumlah itu, 70 persen tidak membayarkan pajak penghasilan. Adapun 18 persen di antara pengusaha itu belum memiliki NPWP.
Bisa dibayangkan, berapa besar potensi penghasilan pajak hanya dari satu bidang usaha yang semestinya mampu dijadikan pendapatan negara bila pemerintah sungguh berniat mensejahterakan rakyat.
Dalam kesempatan itu, lanjut dia, penggunaan hak interplasi (meminta penjelasan) DPR pada Presiden Jokowi terkait penaikan harga BBM bersubsidi wajar. Bahkan hal itu menjadi relevan. Karena dalam kenyataannya, pemerintah lebih memilih mencekik rakyat ketimbang mempersuasi pengusaha untuk membayarkan pajak mereka.
"Sebab, di hadapan pemerintah sesungguhnya masih tersedia sejumlah pilihan untuk memperbesar ruang fiskal di APBN,"tutup Bamsoet. (fs).
"Menaikkan harga BBM bersubsidi untuk memulihkan kekuatan APBN adalah cermin pemerintahan yang tidak kreatif dan malas," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Sabtu, 23 November 2014.
Politisi muda partai Golkar yang biasa disapa Bamsoet ini menjelaskan, pemerintah masih bisa mengelola sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yang bila dioptimalkan akan mampu menguatkan ABPN.
"Antara lain bersumber dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," ujar Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, dengan ekstensifikasi dan penegakan hukum melalui perangkat yang bersih dan jujur, pemerintah masih berpeluang sangat besar untuk dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan negara dari pos PNBP pun masih sangat jika dikelola dengan efektif. Karenanya, menurut Bamsoet, bila pemerintah mau bekerja lebih keras untuk rakyat dan membenahi dua pos penerimaan ini, rasanya tak perlu menghimpit rakyat dengan menaikkan harga BBM.
"Jika pemerintah mau bekerja lebih keras membenahi dua pos penerimaan ini, rasanya pemerintahan Jokowi tak perlu menuntut pengorbanan berlebih dari rakyat," kata Bamsoet.
Merujuk pada pernyataan Dirjen Pajak Fuad Rahmany kepada KPK, telah terjadi banyak kebocoran pajak di sektor pertambangan selama ini. Fuad menjelaskan, hasil tambang, bebas diekspor ke luar negeri tanpa diketahui negara. Lebih parah lagi, banyak pengusaha tambang yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan ada pula sebagian pengusaha memiliki NPWP yang dibuat tak sesuai dengan ketentuan.
Sementara Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Dadang Suwarna menyebutkan terdapat 10.922 Izin Usaha Pertambangan yang dimiliki 7.709 pengusaha. Dari jumlah itu, 70 persen tidak membayarkan pajak penghasilan. Adapun 18 persen di antara pengusaha itu belum memiliki NPWP.
Bisa dibayangkan, berapa besar potensi penghasilan pajak hanya dari satu bidang usaha yang semestinya mampu dijadikan pendapatan negara bila pemerintah sungguh berniat mensejahterakan rakyat.
Dalam kesempatan itu, lanjut dia, penggunaan hak interplasi (meminta penjelasan) DPR pada Presiden Jokowi terkait penaikan harga BBM bersubsidi wajar. Bahkan hal itu menjadi relevan. Karena dalam kenyataannya, pemerintah lebih memilih mencekik rakyat ketimbang mempersuasi pengusaha untuk membayarkan pajak mereka.
"Sebab, di hadapan pemerintah sesungguhnya masih tersedia sejumlah pilihan untuk memperbesar ruang fiskal di APBN,"tutup Bamsoet. (fs).
0 Response to "[Pilih Menaikkan BBM Ketimbang Urus Pajak] Bamsoet : Jokowi Malas Cari Solusi"
Post a Comment