Harga Minyak Dunia Turun, Pemerintahan Jokowi Seharusnya Tak Naikan Harga BBM



Harga minyak dunia tercatat terus mengalami penurunan sejak pertengahan tahun ini. Pada Juni 2014, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$ 102,18 per barel. Hingga penutupan pekan lalu (02/11/2014) harganya mencapai US$ 80,54 per barel. Level saat ini, berada di level terendah sejak Juni 2012 lalu.

Meski harga minyak dunia sudah menurun jauh, namun tidak menghalangi pemerintah Joko Widodo untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dalam APBN-P 2014 sebesar US$ 105 per barel.  Ini berarti terjadi penghematan sekitar US$ 25 per barel. Pemerintahan Jokowi justeru diuntungkan, karena tanpa berbuat apapun sudah terjadi penghematan sekitar Rp 150 triliun.

Menurut Pakar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Tjipta Lesmana, timing kurang tepat saat ini untuk menaikkan harga BBM karena harga minyak dunia sedang turun terus. Selain itu, rakyat di Indonesia daya belinya sangat rendah yaitu income per kapita kita jauh jauh lebih rendah dari Los Angeles (AS). “Ingat! minyak dunia tutrun terus. Dan income per kapitan kita rendah,” tegasnya.

Tjipta memberi contoh, harga bensin premium di kota termahal saat ini, Los Angeles AS, hanya Rp9.500 per liter dengan kandangan oktan yang lebih tinggi. Artinya, kualitasnya sangat bagus dibanding premium di SPBU Indonesia. “Kalau di sini (Indonesia- red) dengan alasan harga keenomian premium mau dinaikkan Rp3.000 (menjadi Rp9.500), ini berarti nilainya lebih mahal dari Los Angeles,” ungkap Tjipta, di Jakarta, Senin (3/11/2014).

Sementara menurut Ketua Komisi VII yang membawahi sektor bidang ESDM, DPR RI  Wardaya Karnika, menilai jika harga BBM dinaikkan saat ini lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. “Jadi, harus dijelaskan kepada rakyat kenapa harga minyak dunia turun, kok (harga BBM) kini malah dinaikkan,” tegas Mantan Dirjen Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM.

Padahal Karnika sebelumnya berharap pemerintah tidak jadi menaikan harga BBM, justeru harus turun mengikuti penurunan harga minya dunia. “Saya mengangka harga BBM justru turun. Di dunia ini tak ada harga BBM naik pada saat harga minyak dunia turun. Apalagi, harga minyak dunia US$ 80 US dolar  per barel, sedangkan asumsi APBN US$ 105, jadi turun US$ 25,” ungkapnya.

Sebelumnya, Pakar ekonomi Rizal Ramli menilai pilihan menaikan harga BBM sebagai solusi dalam menaikan APBN adalah hal yang menyesatkan. Menurutnya, masih ada pilihan selain menaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan barang pokok. “Bukan soal berani atau tidak tidak berani, tetapi kita harus hati-hati menaikan harga BBM menyangkut 86,3 juta pengendara sepeda motor dan 3 juta kendaraan umum yang menyangkut jutaan orang,” paparnya.

Menurut Rizal, kalangan masyarakat menengah ke bawah cenderung masih menggunakan BBM berjenis premium. Nah, salah satu solusinya dengan tidak menaikkan harga dengan menurunkan kualitas premium. Standar BBM premium oktan sebesar 86. Sedangkan pertamax sebesar 92. Dengan penurunan kualitas oktan di tingkat 83 untuk premium akan meniminalisir biaya produksi. “Negara bisa diuntungkan Rp400 triliun,” ujarnya.

Ia pun berpandangan, kadar oktan 83 untuk premium diperuntukan kendaraan sepeda motor. Sedangkan pertamax diperuntukan kendaraan mobil roda empat. Pasalnya, jika kendaraan roda empat menggunakan premium akan berdampak pada kerusakan mesin. “Orang yang punya mobil bagus pasti takut (menggunakan premium). Negara malah diuntungkan,” tandas mantan Menko Perekomian era Presiden Abdurahman Wahid.

Pemerintah Mesti Adil

Lebih jelas dalam kicauan twitternya, Rizal Ramli menyebutkan ada sejumlah pertanyaan penting yang harus dijawab oleh Presiden Joko Widodo dan tim ekonomi di Kabinet Kerja sebelum memutuskan kenaikan harga BBM. Misalnya, mengapa di saat harga minyak mentah dunia turun dari 110 dolar AS  per barel menjadi 80 dolar AS per barrel, pemerintah mau menaikkan BBM dalam negeri?

Juga, apakah adil menaikkan BBM tetapi tidak berani memberantas mafia migas yang merugikan negara puluhan trilliun rupiah? Padahal, di masa kampanye lalu, Jokowo kerap mengatakan dirinya akan memberantas segala macam mafia, termsuk mafia migas.

“Apakah adil menaikkan harga BBM tapi tidak berani dan tidak bisa menekan biaya cost recovery yang merugikan negara lebih dari Rp 60 trilliun? Apakah adil menaikkan harga BBM, sementara negara membayar subsidi bunga obligasi BLBI Rp 60 trilliun per tahun kepada pemilik bank kaya sampai 20 tahun yang akan datang?” tanya Rizal Ramli lewat akun Twitternya, @ramlirizal, Rabu (29/10/2014).

Ia pun melayangkan protes, pemerintah menaikan harga BBM, sementara pemerintah tidak melakukan langkah konkret membangun fasilitas pengolahan yang dapat mengurangi biaya produksi BBM sebesar 50 persen, plus menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.Menurutnya kalau memang ingin melakukan revolusi mental, maka seharusnya pemerintah mengubah cara memandang persoalan BBM. Bukan sekadar melihat peroslan di hilir berupa harga BBM yang dinilai masih dapat dinaikkan.

*sumber: fastnews.today

0 Response to "Harga Minyak Dunia Turun, Pemerintahan Jokowi Seharusnya Tak Naikan Harga BBM"

Post a Comment