Ahok Hanya Bisa Meluapkan Emosi ke Anak Buahnya


Penyerapan anggaran di DKI Jakarta tahun ini diprediksi di bawah 70 persen dari total anggaran. Penyebabnya antara lain perencanaan yang kurang baik. Kinerja Pemprov DKI Jakarta pun dinilai buruk. Terlebih dengan ketidakmampuan Ahok membimbing anak buahnya.

Pengamat perkotaan Nir­wo­no Joga menilai, rendahnya pe­nye­rapan anggaran di DKI Ja­karta bisa menjadi indikasi bu­ruknya kinerja Pemprov DKI Ja­karta. Pemberlakuan pola e-budgeting yang belum optimal menunjukkan ketidaksiapan Pem­prov DKI Ja­karta. Ren­dahnya serapan ang­garan ini juga membuktikan ba­nyaknya program di ibukota yang belum terealisasi.

“Ini menunjukkan dukungan dari dalam (Satuan Kerja Perang­kat Daerah/SKPD) juga tidak op­timal. Pemusatan lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Ba­rang dan Jasa DKI Jakarta juga tidak siap dari segi SDM dan ang­garannya. Belum ada koor­dinasi jelas antara ULP dengan SKPD, seharusnya sebelumnya diberi pembekalan terlebih da­hulu,” ujar pengajar Universitas Trisaksi ini di Jakarta, kemarin.

 Sebagai pimpinan, kata Joga, seharusnya Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat mengayomi anak buahnya dan menganggap mereka sebagai anak, bukan sebagai musuh. Se­harusnya, para PNS dan pe­jabat DKI dapat dibim­bing lebih baik. Bukan justru hanya menebar ancaman peme­catan dan lainnya.

“Ini menunjukkan ketidak­mam­puan Ahok membimbing anak buahnya karena hanya melu­ap­kan emosinya saja. Kalau Ahok masih belum dapat mengubah ga­ya kepemimpinannya itu, saya pastikan tiga tahun sisa kepe­mim­pinannya di Jakarta banyak prog­ram terhambat,” katanya.

Menurut Joga, seorang pe­mim­pin perlu tegas. Hanya saja, pe­mimpinan juga perlu ber­sahabat dan membina hubungan baik de­ngan anak buah serta warganya.  Sikap Ahok yang ke­ras dan kerap mengancam pe­me­catan, dinilai tidak baik bagi psikologis pega­wainya. Akib­at­nya, kinerja para SKPD mandek dan banyak yang bekerja “se­tengah hati”.

Seharusnya, lanjut Joga, Ahok dapat memberi kenyamanan be­kerja kepada SKPD seperti yang dilakukan oleh bekas Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Pada masa itu, gubernur memberi jaminan dan bertanggung jawab atas se­luruh kinerja SKPD. Sehingga SKPD bekerja tanpa ada rasa kha­watir, atau bahkan takut da­lam menggunakan dana anggaran.

 “Motivasi inilah yang dapat membuat pegawai leluasa me­rea­lisasikan masing-masing pro­g­ram unggulan mereka. Apabila ada SKPD yang masih mem­ban­del, seharusnya ditegur diam-diam. Tidak perlu diekspose ke media,” tandasnya seperti dilansir RMOL.

Terkait hal ini, Sekretaris Dae­rah DKI Jakarta Saefullah me­ngatakan, dana Anggaran Pen­da­patan dan Belanja (APBD) DKI Jakarta 2014 yang terserap baru 30 persen dari Rp 72,9 triliun. ”Ren­dahnya penyerapan ang­garan ka­rena perencanaan program meng­­gunakan sistem lama. Sedang­kan pelelangan sudah meng­gunakan sistem ba­ru,” ujarnya.

Seharusnya perencanaan prog­ram tahun ini menyesuaikan de­ngan sistem penganggaran ba­ru dengan pola e-budgeting. Pola baru ini menuntut kuasa penggu­na anggaran lebih detail dalam me­masukkan informasi dokumen lelang. Sebagian besar kuasa peng­guna anggaran belum siap dengan pola baru.

Banyak pengajuan dokumen lelang dibatalkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa DKI Jakarta. Penyebabnya bervariasi, sebagian karena do­kumen lelang tidak diisi infor­masi yang lengkap dan sebagian lagi diisi dengan informasi salah.

Pemprov DKI Jakarta baru membentuk ULP tahun ini, ber­samaan dengan pemberlakuan e-budgeting. Pada tahun pertama kinerjanya, ULP DKI Jakarta me­layani hampir 10 ribu dokumen lelang pengadaan barang dan ja­sa. Sementara jumlah SDM, sa­rana kantor dan perangkat di­gital belum mendukung se­pe­nuhnya. Bahkan, pada awal be­kerja, apa­rat di ULP belum me­miliki pe­tunjuk teknis.

Berangkat dari pengalaman tersebut, tahun depan Pem­prov DKI Jakarta akan memecah kan­tor ULP di 12 tempat. Tu­juannya agar pelelangan berjalan cepat, tidak mengandalkan petu­gas di satu kantor. Tahun ini ULP ber­kantor di Gedung F di antara Gedung Balai Kota (Jalan Medan Merdeka Selatan) dan DPRD DKI Jakarta (Jalan Kebon Sirih).

Saefullah memprediksi, jika angka serapan itu hanya 70 per­sen dari nilai APBD DKI Jakarta 2014 sebesar Rp 72,9 triliun, akan ada sisa lebih peng­gunaan ang­garan (Silpa) sekitar Rp 21,8 tri­liun.

”Kami akan terus mengejar se­rapan di sisa waktu penggunaan anggaran sampai akhir tahun. Paling tidak kami pastikan pe­ngadaan barang dapat terlaksa­na,” tandas Saefullah. (ri)


http://www.lesprivatkasiva.com/

0 Response to "Ahok Hanya Bisa Meluapkan Emosi ke Anak Buahnya"

Post a Comment