Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzammil Yusuf menyayangkan sikap Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengajukan pemblokiran beberapa website Islam kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika tanpa melakukan klarifikasi dan penelitian lebih dahulu.
"Pemblokiran sembarangan terhadap situs Islam sangat disayangkan. Jika itu dilakukan maka kita kembali ke rezim Orde Baru yang represif dan otoriter," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (1/4).
Ia menambahkan seharusnya pemerintah memberikan peringatan dan mengundang para pengelola situs untuk berdialog sebelum diblokir. Dia menjelaskan tujuan dialog adalah memberikan hak jawab dan klarifikasi, apabila mereka menolak serta tidak kooperatif maka wajar jika pemerintah ekspose sikap tersebut untuk jadi catatan publik.
"Sampaikanlah surat teguran dan undangan dialog secara baik-baik dengan para pengelola situs tersebut dan tidak serta merta merekomendasikan pemblokiran tanpa tolok ukur yang jelas," ujarnya.
Ia mengatakan BNPT seharusnya berkoordinasi dengan Kemenkominfo dan Kemenag untuk menentukan apakah website tersebut bertentangan dengan ajaran Islam atau tidak. Hal itu, menurut dia, termasuk mengundang para ahli, tokoh agama, ormas Islam serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengetahui apakah konten dalam situs itu menyimpang atau tidak dalam ajaran Islam.
"Jangan sampai situs yang menyampaikan ayat Al quran dan sunah Nabi Muhammad serta mengecam kebiadaban Israel dan Barat dianggap radikal," katanya.
Menurutnya jika pemblokiran itu tetap dilakukan maka ke depan eksistensi situs media informasi dan pendidikan Islam terancam oleh rezim Pemerintahan Jokowi yang menggunakan pasal karet untuk mengebiri umat Islam.
Dia menegaskan karena banyaknya aspirasi di media sosial, surat pengaduan, dan pesan singkat ke DPR maka DPR RI akan memanggil pihak Pemerintah. "Teman-teman di Komisi I, II, III, dan VIII rencananya akan memanggil Menkominfo, Menag, dan BNPT untuk menanyakan kebijakan ini," ujarnya.
"Pemblokiran sembarangan terhadap situs Islam sangat disayangkan. Jika itu dilakukan maka kita kembali ke rezim Orde Baru yang represif dan otoriter," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (1/4).
Ia menambahkan seharusnya pemerintah memberikan peringatan dan mengundang para pengelola situs untuk berdialog sebelum diblokir. Dia menjelaskan tujuan dialog adalah memberikan hak jawab dan klarifikasi, apabila mereka menolak serta tidak kooperatif maka wajar jika pemerintah ekspose sikap tersebut untuk jadi catatan publik.
"Sampaikanlah surat teguran dan undangan dialog secara baik-baik dengan para pengelola situs tersebut dan tidak serta merta merekomendasikan pemblokiran tanpa tolok ukur yang jelas," ujarnya.
Ia mengatakan BNPT seharusnya berkoordinasi dengan Kemenkominfo dan Kemenag untuk menentukan apakah website tersebut bertentangan dengan ajaran Islam atau tidak. Hal itu, menurut dia, termasuk mengundang para ahli, tokoh agama, ormas Islam serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengetahui apakah konten dalam situs itu menyimpang atau tidak dalam ajaran Islam.
"Jangan sampai situs yang menyampaikan ayat Al quran dan sunah Nabi Muhammad serta mengecam kebiadaban Israel dan Barat dianggap radikal," katanya.
Menurutnya jika pemblokiran itu tetap dilakukan maka ke depan eksistensi situs media informasi dan pendidikan Islam terancam oleh rezim Pemerintahan Jokowi yang menggunakan pasal karet untuk mengebiri umat Islam.
Dia menegaskan karena banyaknya aspirasi di media sosial, surat pengaduan, dan pesan singkat ke DPR maka DPR RI akan memanggil pihak Pemerintah. "Teman-teman di Komisi I, II, III, dan VIII rencananya akan memanggil Menkominfo, Menag, dan BNPT untuk menanyakan kebijakan ini," ujarnya.
0 Response to "FPKS: Jangan Sampai Situs yang Sampaikan Al -Qur'an dan Sunah Nabi Muhammad Dianggap Radikal"
Post a Comment