Gerakan Liberalisasi Islam di Indonesia | Makalah Fahmi Salim, Lc. MA


Fahmi Salim (kedua dari kiri)

Gerakan Liberalisasi Islam di Indonesia;
Dari Hermeneutika Hingga Penistaan Akidah ASWAJA
Oleh Fahmi Salim, Lc. MA

(Makalah Silaturahim Nasional Penguatan Aswaja di Pesantren Al-Hikam II Depok, 7 Desember 2014)

Rasulullah Saw Bersabda: Ilmu Islam ini akan dipikul oleh orang-orang yang Adil (Tengahan) dari setiap generasi, mereka lah yang menafikan penakwilan orang-orang jahil, pemalsuan orang-orang batil, dan penyelewengan orang-orang ekstrem (Hr. Al-Bayhaqi, Dalam Sunan Kubra)

Mukaddimah

Dewasa ini, ada kecenderungan di kalangan para pemikir muslim kontemporer untuk menjadikan hermeneutika sebagai mitra, pendekatan atau bahkan sebagai pengganti ilmu tafsir Al-Qur’an. Kecenderungan ini, dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, seperti, Al-Qur’an dikatakan merupakan refleksi dari dan respon atas kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat Arab Jahiliyah abad ke-7 Masehi yang primitif dan patriarkis. Ulumul Qur’an, dianggap tidak punya variabel kontekstualisasi. Metodologi tafsir ulama klasik, diasumsikan terlalu memandang sebelah mata terhadap kemampuan akal publik, terlalu memberhalakan teks dan mengabaikan realitas. Tafsir klasik, dinilai tidak memiliki teori solid yang mempunyai prinsip-prinsip yang teruji dan terseleksi.

Paradigma tafsir klasik, dianggap memaksakan prinsip-prinsip universal Al-Qur’an  dalam konteks apapun ke dalam teks Al-Qur’an, akibatnya, pemahaman yang muncul cenderung tekstualis dan literalis. Tafsir-tafsir klasik, dinilai tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat Islam dan telah turut melanggengkan status quo dan kemerosotan umat Islam secara moral, politik, dan budaya. Dengan demikian, menurut mereka, dekonstruksi sekaligus rekonstruksi metodologi penafsiran Al-Qur’an perlu dilakukan. Dan menurutnya, hermeneutika, merupakan sebuah keniscayaan dan satu-satunya pilihan (the only alternative), sebagai solusi untuk menjembatani ‘kebuntuan’ dan ‘krisis’ Ulumul Qur’an dan tafsir klasik yang sudah tidak relevan lagi dengan konteks dan semangat zaman sekarang ini.

Gagasan perlunya penerapan metode hermeneutika dalam studi Al-Qur’an ini, begitu marak. Seruan itu serempak disuarakan oleh para sarjana muslim kontemporer, baik di negara-negara Timur Tengah  maupun belahan dunia Islam lainnya, termasuk juga di Indonesia. Sebagai contoh para tokoh Arab kontemporer yang getol menyuarakan gagasan ini antara lain; Fazlur Rahman, Muhammad Syahrur, Nasr Hamid Abu Zayd, Hasan Hanafi, Asghar Ali Engineer, Riffat Hasan, Amina Wadud dan para tokoh lain dengan konsep-konsep barunya yang cenderung berbeda dengan konsep para ulama terdahulu. Adapun dalam konteks di Indonesia sendiri, metode hermeneutika ini telah ditetapkan sebagai mata kuliah wajib di jurusan Tafsir Hadis di beberapa Perguruan Tinggi Islam seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Perguruan Tinggi lainya. Bahkan bisa dikatakan, hermeneutika ini telah menjadi mazhab kampus mereka, karena kuatnya pengaruh petinggi kampus yang mempromosikan paham ini. Para mahasiswa diarahkan untuk menulis skripsi, tesis atau desertasi dengan menggunakan metode hermeneutika. Sebagai contoh, sebut saja di UIN Yogyakarta yang telah menerbitkan sebuah buku yang berjudul Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya (terbitan Islamika, Yogyakarta, 2003). Secara sepintas, dari judul tersebut dapat diketahui bahwa metode hermeneutika telah menjadi mazhab dalam studi Al-Qur’an di kampus tersebut.

Liberal Islam

Kata liberal diambil dari bahasa Latin liber, free. Liberalisme secara terminologis berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya.

Sejarah liberalisme termasuk juga liberalisme agama adalah tonggak baru bagi sejarah kehidupan masyarakat Barat dan karena itu, disebut dengan periode pencerahan. Perjuangan untuk kebebasan mulai dihidupkan kembali di zaman renaissance di Italia. Paham ini muncul ketika terjadi konflik antara pendukung-pendukung negara kota yang bebas melawan pendukung Paus.

Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalisme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga hukum dan lembaga sosial.

Pemikiran Islam liberal sebenarnya berakar dari pengaruh pandangan hidup Barat dan hasil perpaduan antara paham modernisme yang menafsirkan Islam sesuai dengan modernitas; dan paham posmodernisme yang anti kemapanan. Upaya merombak segala yang sudah mapan kerap dilakukan, seperti dekonstruksi atas definisi Islam sehingga orang non-Islam pun bisa dikatakan Muslim, dekonstruksi Al-Qur’an sebagai kitab suci, dan sebagainya. Islam liberal sering memanfaatkan modal murah dari radikalisme yang terjadi di sebagian kecil kaum Muslimin, dan tidak segan-segan mengambil hasil kajian orientalis, metodologi kajian agama lain, ajaran HAM versi humanisme Barat, falsafah sekularisme, dan paham lain yang berlawanan dengan Islam.

Dalam konteks liberalisasi Islam, jelas sekali arah (ittijah) dan agenda untuk menjadikan pengalaman Kristen liberal yang memusuhi agama untuk diundang-undangkan ke dalam sistem hukum, politik dan sosial itu sebagai kompas ke mana seharusnya Islam diarahkan. Sehingga setiap upaya kanonisasi hukum-hukum agama ke dalam ruang publik dan struktur sosial umat akan selalu ditentang oleh kaum liberal di mana pun dan kapan pun. Padahal Islam dalam sejarahnya telah melembaga dalam sistem hukum dan publik serta menopang struktur sosial umat Islam.

Bahkan beberapa tahun silam (2005) dengan munculnya Counter Legal Draft (CLD) Kompilasi Hukum Islam oleh Tim Pengarusutamaan Gender Depag RI, yang merombak dan melucuti banyak hal aspek-aspek yang qath'i dalam sistem hukum Islam, meski telah ditolak dan digagalkan, telah mengindikasikan suatu upaya serius untuk menjadikan produk tafsir hukum ala hermeneutika ini sebagai produk hukum Islam positif yang mengikat seluruh umat Islam di tanah air. Itulah salah satu dampak terburuk dari tafsir model hermeneutika ini yang berkaitan dengan hajat hidup umat Islam Indonesia dalam soal pernikahan, perceraian, pembagian harta waris, dan lain-lain.

*Makalah setebal 16 halaman ini selengkapnya bisa di-download KLIK INI


0 Response to "Gerakan Liberalisasi Islam di Indonesia | Makalah Fahmi Salim, Lc. MA"

Post a Comment