[EDITORIAL Daily Sabah, Turki]
Who can risk trading with Russia now?
Menjadi anggota dari World Trade Organization (WTO) adalah sebuah langkah prestisius bagi Negara manapun yang ingin dimasukkan dalam pasar global. Tapi WTO juga mewajibkan mereka yang ingin masuk untuk patuh pada aturan-aturan tertentu yang melindungi baik penjual maupun pembeli.
Para anggota harus memandang perdagangan sebagai sebuah transaksi yang menguntungkan semua pihak daripada sebuah senjata yang dapat digunakan melawan musuh. Federasi Rusia telah melalui proses yang sulit agar dapat diikutsertakan ke dalam WTO pada 2012, membujuk banyak Negara yang ragu akan kualitasnya sebagai sebuah pihak yang terpercaya dalam perdagangan global.
Namun, tidak butuh waktu lama bagi Rusia, dipimpin oleh president Vladimir Putin, untuk membuktikan bahwa refleks-refleks kuno yang mendominasi era Uni Soviet tidak diam dalam sejarah. Moskow hampir segera menunjukkan bahwa mereka bersedia untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya untuk mendominasi partner-partner dagangnya atau menyelesaikan permasalahan diplomatik, menunjukkan kemampuannya untuk mengabaikan kode etik yang biasanya mengatur perdagangan bilateral.
Krisis gas alam pertama yang terjadi dengan Ukraina sudah memberi sinyal menuju kearah mana hal-hal penting akan terjadi. Dalam krisis baru-baru ini, setelah ditembak jatuhnya sebuah jet tempur Rusia yang telah melanggar wilayah udara Turki, Moskow dengan segera memilih untuk mengeksploitasi tumbuhnya hubungan dagang antara kedua Negara.
Rusia tak hanya melanggar norma-norma yang layak dalam etika diplomatik dengan melanggar wilayah udara Turki meski peringatan yang berulang-ulang, mereka juga menganggap pantas untuk melempar aturan-aturan perdagangan yang diterima ke luar jendela dengan mengambil langkah-langkah yang termasuk, tetapi tidak terbatas kepada, menahan para pebisnis Turki yang sedang berkunjung, menolak mengizinkan produk-produk Turki memasuki pasar mereka, mengancam para investor Turki dan melarang para turis Rusia untuk berlibur di Turki. Kemarahan kekanak-kanakan terbaru dari Moskow adalah mengakhiri perjanjian kemudahan visa antara kedua Negara yang ditujukan untuk mengembangkan perdagangan.
Partner-partner dagang Moskow di seluruh dunia sudah dan sepantasnya khawatir melihat perilaku semacam itu.
Aksi-aksi Rusia yang sudah terjadi telah memaksa Eropa dan Turki untuk mencari alternatif sumber energy lain setelah mereka tak dapat lagi dianggap sebagai partner yang dapat diandalkan. Eskalasi terbaru oleh Rusia hanya akan membuat pencarian (alternatif) ini menjadi lebih mendesak.
Setiap pebisnis yang membeli dari atau menjual kepada Rusia butuh untuk mencari pasar-pasar alternatif. Turki, yang telah memberi izin kepada perusahaan milik pemerintah Rusia Atomstroyexport untuk membangun dan mengelola sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir di Akkuyu di tepi pantai mediterania, tidak lagi yakin bahwa proyek ini akan diselesaikan.
Bukan lagi kejutan bila proyek ini akan dibatalkan dan diberikan kepada sebuah perusahaan dari AS atau sekutu Turki lainnya.
Penggunaan terang-terangan sumber-sumber daya dan pengetahuan pengelolaannya yang dilakukan Rusia sebagai sebuah senjata akan mengasingkan partner-partner dagangnya, menghapuskan kepercayaan yang ada pada Rusia dan konsekuensinya memiskinkan rakyatnya sendiri.
Tindakan-tindakan terbaru yang dilakukan Rusia tidak hanya memaksa Turki, yang pernah memandang Rusia sebagai teman terpercaya, untuk melihat mereka dengan pandangan berbeda, ini juga memberi sinyal jelas kepada kekhawatiran bahwa Moskow, yang mengobarkan sebuah perang dagang kepada siapa saja yang mereka anggap sebagai lawan meski kerugian warganya sendiri, tak bisa dianggap sebagai partner dagang yang dapat diandalkan.[]
Sumber: Daily Sabah
0 Response to "[EDITORIAL] Sekarang Siapa Yang Mau Mengambil Resiko Berdagang Dengan Rusia?"
Post a Comment