Mengenal Syaikh Ali Jaber, Imam Masjid Madinah Yang Pimpin Doa 10 Tahun Tsunami Aceh



Hari ini, Jumat 26 Desember 2014, genap 10 tahun peristiwa musibah Tsunami Aceh. Ribuan warga Aceh memadati Masjid Raya Baiturrahman di Kota Banda Aceh. Mereka berzikir dan berdoa bagi para korban tsunami Aceh pada 26 Desember 2004.

Zikir akbar dan doa bersama peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh ini dipimpin Imam Masjid Madinah Syaikh Ali Jaber yang berlangsung setelah salat isya pada Kamis (25/12/2014) malam.

“Saya ingin orang Aceh tidak lupa sejarah Aceh,” ujar Syaikh Ali Jaber. Seperti dilansir liputan6.

Syekh Ali Jaber mengaku kedatangannya di Aceh merupakan keinginan terbesarnya karena merasa harus mengunjungi saudara-saudara di Aceh, sebelum beliau kembali ke kampung halamannya Mekkah.

“Melalui Aceh, Indonesia bisa bangkit dan menjadi cahaya islam untuk dunia.”, ungkap Syaikh Ali Jaber dalam Tausyiahnya.

Siapakah Syaikh Ali Jaber?
 
Syaikh Ali Jaber, demikian sapaan akrab Syaikh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber, lahir di kota Madinah Al-Muna­warah pada tanggal 3 Shafar 1396 H, bertepatan dengan tanggal 3 Febuari 1976 M. Ia menjalani pendidikan, baik formal maupun informal, di Madinah.

Tahun 1410 H/1989 M, ia tamat ibti­daiyah, tahun 1413 H/1992 M tamat tsa­nawiyah, tahun 1416 H/1995 M tamat aliyah. Tahun 1417 H/1997 M hingga saat ini ia mulazamah (melazimi) pela­jaran-pelajaran Al-Qur’an di Masjid Nabawi, Madinah.

Sedari kecil Ali Jaber telah menekuni membaca Al-Qur’an. Ayahandanyalah yang awalnya memotivasi Ali Jaber untuk belajar Al-Qur’an, karena dalam Al-Qur’an terdapat semua ilmu Allah SWT. Dalam mendidik agama, khusus­nya Al-Qur’an dan shalat, ayahnya sa­ngat keras, bahkan tidak segan-segan me­mukul bila Ali Jaber kecil tidak men­jalankan shalat. Ini implementasi dari hadis Nabi Muhammad SAW yang membolehkan memukul anak bila di usia tujuh tahun tidak melaksanakan shalat fardhu. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang religius.

Di Madinah ia memiliki masjid besar yang digunakan untuk syiar Islam. Se­bagai anak pertama dari dua belas ber­saudara, Ali Jaber dituntut untuk mene­ruskan perjuangan ayahnya dalam syiar Islam. Meski pada awalnya apa yang ia jalani adalah keinginan sang ayah, lama-kelamaan ia menyadari itu sebagai ke­butuhannya sendiri. Tidak mengheran­kan, di usianya yang masih terbilang be­lia, sebelas tahun, ia telah hafal 30 juz Al-Qur’an.

Sejak itu pula Syaikh Ali memulai ber­dakwah mengajarkan ayat-ayat Allah SWT di masjid tersebut, kemudian belanjut ke masjid lainnya. Selama di Madinah, ia juga aktif sebagai guru tahfizh Al-Qur’an di Masjid Nabawi dan menjadi imam shalat di salah satu masjid kota Madinah.

Tahun 2008, ia melebarkan sayap dakwahnya hingga ke Indonesia. Kebe­tulan ia menikahi seorang gadis shalihah asli Lombok, Indonesia, bernama Umi Nadia, yang lama tinggal di Madinah. Pada tahun yang sama, ia melaksana­kan shalat Maghrib di masjid Sunda Ke­lapa Jakarta Pusat. Selepas shalat ada salah seorang pengurus masjid memin­tanya untuk menjadi imam shalat Tara­wih di masjid Sunda Kelapa, karena saat itu hampir mendekati bulan Ramadhan.

Sejak itulah ia terus mendapat keper­cayaan masyarakat di sejumlah tempat di Indonesia. Demi menunjang komuni­kasinya dalam  berdakwah, ia pun mulai belajar bahasa Indonesia.

Diterima Semua Kalangan

Syaikh Ali Jaber menjadi juri di acara Hafiz RCTI

Kini, aktivitas ayah satu orang anak ini semakin padat, di antaranya meng­ajar tahfizh Al-Qur’an di Islamic Centre Cakranegara, Lombok, NTB, sekaligus men­jadi imam besar dan khatib, imam shalat Tarawih, dan pembimbing tadarus Al-Qur’an selama Ramadhan 1429 H/2007 M, di Masjid Agung Al-Muttaqin Cakranegara, serta imam shalat ‘Idul Fithri 1429 H di Masjid Agung Sunda Ke­lapa, Menteng, Jakarta Pusat, pengajar di Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Al-Asykar, Puncak, Jawa Barat, muballigh pada beberapa majelis ta’lim di Jakarta dan sekitarnya. Ia juga berdakwah me­lalui media bersama Ustadz Yusuf  Man­sur melalui program Nikmatnya Sedekah di salah satu stasiun televisi swasta, dan Indonesia Menghafal.

Sebagai seorang hafizh, ia begitu meng­inginkan agar banyak di antara umat Islam Indonesia juga dapat hafal Al-Qur’an. Ia ingin menjadi khadimul Qur’an, pelayan Al-Qur’an, yang meng­abdikan dirinya untuk mengajarkan Al-Qur’an.

Menurutnya, semua bisa hafal Al-Qur’an, bahkan hafal Al-Qur’an itu mu­dah. Yang sulit adalah mengamal­kan­nya.

Tahun 2009-2010 ia pernah menda­tangkan keluarganya untuk membantu program menghafal Al-Qur’an di Indo­nesia. Kesebelas adiknya, baik yang laki-laki maupun perempuan, juga hafal Al-Qur’an.

Kini ia baru menyadari manfaat di­dikan orangtuanya yang keras dalam mengajarkan agama. Syaikh Ali benar-benar merasakan manfaatnya dalam belajar Al-Qur’an. “Saya merasa bersyu­kur atas pendidikan yang diberikan orangtua kepada saya,” katanya.

Ia berharap bisa bermanfaat untuk umat Islam dan juga untuk dirinya sen­diri, dan meraih ridha Allah SWT. Syaikh Ali juga merasa bersyukur bisa begitu diterima semua kalangan, baik masya­rakat maupun pejabat. “Ini semua tidak terlepas dari kekuasaan Allah SWT dan berkah Al-Qur’an serta orangtua. Allah SWT berjanji akan mengangkat dan me­ninggikan orang-orang yang menekuni Al-Qur’an.”

Hafal Al-Qur’an itu Mudah

Di Indonesia, ia memiliki program mudah menghafal www.majalah-alkisah.comAl-Qur’an. Hanya de­ngan waktu enam bulan kita bisa hafal Al-Qur’an, karena pada dasarnya meng­hafal itu memang mudah. Bahkan de­ngan ketekunan dan kesungguh-sung­guhan bisa hafal Al-Qur’an dengan wak­tu yang lebih singkat.

Salah satu metode menjaga hafalan adalah menyimpan hafalan melalui sha­lat sunnah qabliyah dan shalat sunnah malam dengan membacanya. Ada juga dengan membacanya sesaat sebelum tidur. Menurutnya, ini cara terbaik. Esok hari, ketika bangun tidur, insya Allah hafalan Al-Qur’an-nya tidak hilang.

Sebetulnya tidak ada syarat khusus bagi yang ingin menghafal Al-Qur’an, karena semua umat Islam bisa hafal Al-Qur’an, baik tua maupun muda, bisa mem­baca Al-Qur’an atau tidak. Terbukti, beberapa tahun silam, ketika ia masih di Madinah, ada salah satu peserta didiknya seorang nenek berusia 76 ta­hun. Si nenek ternyata juga tak bisa membaca Al-Qur’an. Namun karena kesungguhannya, subhanallah, dalam waktu sembilan bulan ia telah hafal Al-Qur’an.

Kejadian ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan memang mudah dipahami oleh umat-Nya. Ini sesuai janji Allah SWT. Hanya saja, mereka yang sudah lancar membaca Al-Qur’an akan semakin mudah menghafal Al-Qur’an. Kini sang nenek ini telah tiada, ia me­ning­gal dunia ketika sedang melak­sana­kan shalat malam. Allahummaghfirlaha warhamha....

Menurut Syaikh Ali, belakangan sis­tem mudah menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh subur. Karena memang sebetul­nya menghafal Al-Qur’an itu mudah. Yang sulit itu adalah memahami kan­dungan Al-Qur’an dan mengamalkan­nya. Inilah mukjizat Al-Qur’an, mudah dihafalkan.

Menurut Syaikh Ali Jaber, ada empat target ahli Al-Qur’an: menghafal Al-Qur’an, istiqamah membaca Al-Qur’an, memahami isi kandungan Al-Qur’an, dan terakhir mengamalkan isi kandungan dalam Al-Qur’an. Allah SWT melarang berdusta, maka jangan berdusta. Allah SWT melarang memakan harta riba, ma­ka jangan melakukannya.

Allah SWT akan membuka rahasia keutamaan sesuatu setelah seseorang berani berkorban empat hal, yaitu waktu, tenaga, harta, dan pikiran. Berapa lama waktu yang telah dihabiskan untuk menghafal Al-Qur’an. Begitu juga te­naga, berhari-hari, bahkan sampai ada yang bertahun-tahun rela mengorban­kan tenaganya untuk menghafalkan Al-Qur’an tanpa lelah. Kemudian harta yang dimiliki juga ia rela korbankan untuk menghafal Al-Qur’an, baik untuk mem­bayar tenaga atau guru, akomodasi diri sendiri, maupun untuk sedekah. Dan ter­akhir pikiran. Ketika menghafalkan Al-Qur’an, sese­orang hendaknya memu­sat­kan pikiran­nya agar target menghafal­nya sesuai dengan yang telah diren­canakan.

Fenomena yang banyak terjadi, me­nurutnya, umat hanya menginginkan yang serba cepat, tapi tanpa mengor­bankan waktu, tenaga, uang, dan pikir­an, untuk menghafal Al-Qur’an. Berbagai program dan metode canggih seperti yang telah dipaparkan oleh Syaikh Ali sekalipun tetap membutuhkan waktu dan keseriusan, tidak bisa hanya sekali atau dua kali saja.

Sebagai kitab suci, Al-Qur’an memi­liki peran yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Terlebih bagi para pendakwah. “Dalam berceramah, kita selalu mengutip ayat suci Al-Qur’an. Kurang sempurna peran seorang mubal­ligh bila dalam setiap seruannya kepada umat Islam tidak mendasarkannya pada dalil kalamullah dan kalam Rasulullah SAW,” kata Syaikh Jaber.

*sumber: majalah-alkisah.com

0 Response to "Mengenal Syaikh Ali Jaber, Imam Masjid Madinah Yang Pimpin Doa 10 Tahun Tsunami Aceh"

Post a Comment