Bekukan Rute AirAsia, Kemenhub Dipertanyakan Praktisi Penerbangan


Izin rute penerbangan Indonesia AirAsia Surabaya-Singapura pergi-pulang (pp) terhitung mulai 2 Januari dibekukan terkait insiden jatuhnya AirAsia QZ8501 di rute tersebut. Pembekuan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara itu sampai dengan hasil evaluasi dan investigasi.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub JA Barata menyebutkan pembekuan sementara ini tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. AU. 008/1/1/DRJU-DAU-2015 tanggal 2 Januari 2015.

“Pembekuan izin rute Indonesia AirAsia itu karena PT. Indonesia AirAsia melakukan pelanggaran persetujuan rute yang diberikan,” kata Barata dalam siaran persnya, Jumat, 2 Januari 2015.

Kemenhub mengungkap kesalahan yang dimaksud yaitu rute Surabaya-Singapura pp yang diberikan kepada Indonesia AirAsia adalah sesuai dengan jadwal penerbangan pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu. Namun pada pelaksanaannya penerbangan dilakukan di luar izin yang diberikan, yaitu antara lain pada hari Minggu.

“Pihak Indonesia AirAsia tidak mengajukan permohonan perubahan hari operasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,” ujar Barata. Hal ini, kata dia, merupakan pelanggaran atas persetujuan rute yang sudah diberikan.

Dengan pembekuan ini, Kemenhub minta penanganan calon penumpang yang sudah membeli tiket penerbangan AirAsia rute Surabaya-Singa pura pp agar dialihkan ke penerbangan lain sesuai ketentuan yang berlaku.

Menurut Barata, sebenarnya pihak Kemenhub sudah ada rencana untuk membekukan rute AirAsia tersebut lebih cepat namun baru sekarang bisa dilakukan dengan adanya peristiwa jatuhnya AirAsia QZ8501.

--------

Menanggapi hal tersebut, Jusman Syafii Djamal, Menteri Perhubungan di era pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kementerian perhubungan harus melakukan introspeksi sebelum menuding dan menjatuhkan sanksi kepada pihak AirAsia.

“Tolong di-check bagaimana tatacara sanksi ini dijatuhkan. Apa telah ada penyelidikan mendalam sebelumnya. Apa Direktur Operasi Maskapai telah diperiksa ? Apa Kepala Bandara Juanda telah diperiksa? Apa otoritas Bandara telah diperiksa ? Apa Slot Coordinator telah diperiksa ? Apa Direktur pemberi ijin rute juga telah diperiksa. Sebab ini sebuah mata rantai proses. Sebab tak mungkin ada pilot yang berani terbang jika tidak ada ijin rute yang resmi. Tak mungkin counter check in dan gate dibuka oleh Manajer Bandara Juanda jika tidak ada ijin slot yang resmi. Apalagi jika tidak ada clearance Kelaikan Udara dan tidak ada clearance Manifest dari Otoritas Penerbangan,” tulis Jusman, seperti dikutip dari laman milik jurnalis senior Zulfiani Lubis.

Jusman, yang sejak 13 Desember  lalu menjabat sebagai Komisaris Independen maskapai penerbangan Garuda Indonesia menambahkan, ATC tak mungkin merilis pesawat yang tak memiliki ijin terbang.

“ATC tak mungkin melayani adanya permintaan ijin take off dan landing pesawat tanpa ijin. Apalagi bandara yang dituju adalah Changi Singapura yang terkenal sangat ketat. Tak mungkin mereka mau menerima “pesawat hantu” yang angkut penumpang bertiket kalau tak berijin resmi. Sukar dipercaya Changi Airport mau menerima “Ghost Airplane” mendarat dilandas pacunya, menyediakan gate dan membuka counter imigrasi jika pesawat Air Asia ini mendarat nantinya. Dan apa benar Management Air Asia sebagai perusahaan publik yang listed di pasar saham dengan GCG baku serta Air Asia yang terkenal sebagai kumpulan entrepreneur hebat berintegritas bisa mengorbankan “brand name Air Asia” yang menyandang nama Negara Malaysia, hanya untuk satu keuntungan kecil yang tak seberapa ? Sehingga harus melakukan proses ilegal permit seperti itu?”

Jusman masih melanjutkan, “Saya agak heran dan terus terang geleng kepala tak habis fikir. Apa benar begitu ? Apa tak terburu buru menjatuhkan sanksi pembekuan rute ? Kalau benar itu yang terjadi, ini disebut fenomena “Ghost Airplane”, pesawat terbang komersial yang diijinkan menjual tiket untuk terbang pada jadwal di hari minggu dan berhasil terbang tanpa kendala pada jam 5.30 WIB, dengan didampingi oleh dokumen resmi, manifest, dan ijin penggunaan slot serta gate check dan counter di Bandara tentu sangat tidak lazim.”

Jusman mengingatkan soal perlunya evaluasi menyeluruh sistem keselamatan dan keamanan penerbangan di Bandara Juanda.

“Bandara yang saya kenal dikelola dengan baik dan cukup profesional oleh manajer yang dapat dipercaya. Saya selalu berharap ini bukan fenomena “Ghost Airplane”. Pesawat hantu tanpa ijin bisa berangkat mengangkut penumpang. Apalagi jika proses evakuasi penumpang belum selesai dilaksanakan dan penyelidikan tentang sebab sebab utama kecelakaan belum dirilis oleh Otoritas resmi yakni KNKT, belum ada rekomendasi kenapa ada proses pembekuan ijin ? Apa benar telah diketahui salah benarnya?”

Lebih lanjut, pria yang juga menjabat sebagai komisaris Cardig Air, sebuah perusahaan kargo udara, mengatakan jika pun benar AirAsia melanggar aturan, maka publik sebaiknya mendapat keterangan secara lengkap dari pihak yang berwenang, dalam hal ini KNKT.

“Jika benar Ini “Ghost Airplane” pesawat terbang komersial yang diijinkan terbang, ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah penerbangan di Indonesia. Saya berharap dalam melakukan investigasi atas proses terjadinya kecelakaan pesawat kita perlu percaya dan mengandalkan Otoritas yang telah dibentuk berdasarkan Undang Undang yakni KNKT”, ujarnya.

Jusman juga menambahkan, bahwa adagium KNKT adalah hukuman bukan tujuan.

“Kita juga harus percaya pada keahlian dan profesionalisme KNKT. Sama seperti kita mengagumi keahlian dan kemampuan BASARNAS dalam menjalankan tupoksi nya. Sebab di KNKT yang saya catat adagium dasarnya adalah : Hukuman bukan tujuan. Blame Game bukan metodenya. Orientasinya adalah menemukan sebab sebab utama kecelakaan. Semua benih kecelakaan seperti penyimpangan prosedur, dan lain sebagainya berikan kepada KNKT. Nanti setelah tiga bulan pasti ada rilis resminya. “

Senada dengan pernyataan Jusman, Wisnu Darjono, Direktur Safety and Standard  mengatakan, pihak Kemenhub tidak bisa asal menuding dan menganggap semua maskapai melakukan penerbangan ilegal.

"Mestinya inspektorat-inspektorat Kemenhub yang meneliti, bagaimana ini bisa terjadi dan kenapa Ditjen Hubud mensuspensi," tuturnya, Jumat, 2 Januari 2015.

Tanggapan menarik datang dari seorang instruktur penerbang, Captain Budiharto. Secara singkat, Budi menegaskan, agar semua pihak menahan diri hingga proses evakuasi selesai dan investigasi KNKT menemukan penyebab musibah ini.

“Ada baiknya, semua pihak menahan diri untuk tidak memberikan keterangan secara terpisah-pisah. Sabar menanti keterangan resmi dari KNKT. Soal administrasi permit (ijin terbang), sebaiknya diselesaikan secara internal, jangan saling lempar tudingan di saat proses evakuasi belum usai,” tandas pria yang juga menerbangkan Boeing 777 ini, Sabtu, 3 Januari 2015.


Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Capt. Sardjono Jhony Tjitrokusumo. Menurut Jhony mengatakan, alasan pembekuan rute AirAsia oleh Kementerian Perhubungan akibat melayani penerbangan di hari Minggu (saat terjadinya insiden QZ8501) tidak sesuai dengan jadwal yang diberikan Kementerian yaitu Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu terlalu dipaksakan.

"Memangnya Metro mini, jalan semaunya sopir? Penerbangan AirAsia di hari minggu pasti ada izinnya. Apalagi itu musim liburan," kata Jhony, Sabtu 3 Januari 2015 seperti dirilis CNN.

Mantan pilot tersebut menilai kalaupun penerbangan yang dilakukan AirAsia tersebut tidak berjadwal, dia yakin maskapai tersebut pasti telah menerima flight approval untuk melayani penerbangan tambahan atau extra flight yang diajukan ke otoritas penerbangan nasional yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

"Extra flight inikan bagian dari pelayanan angkutan Natal dan tahun baru. Jangan mencari-cari kesalahan yang tidak ada," tegas Jhony.

Dia menyayangkan diterbitkannya kebijakan pembekuan rute tersebut oleh Kementerian Perhubungan yang dinilainya sebagai keputusan reaktif. Padahal Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum juga menyelesaikan investigasi atas penyebab kecelakaan nahas yang menimpa Airbus A320-200 milik AirAsia pada Minggu lalu.

"Penyebab kecelakaan belum diketahui, sabarlah tunggu hasil KNKT. Semua harus bijak dan berpikir cara agar kejadian serupa tidak terulang," kata Jhony.

Mengenai pembekuan ijin rute penerbangan, Malinda Yasmin, petugas informasi AirAsia memberi jawaban bahwa AirAsia akan kooperatif dengan pemerintah selama proses evakuasi dan investigasi berlangsung. Namun belum dapat memberikan keterangan apapun hingga seluruh proses ini selesai.

Sementara Direktur Safety and Security AirAsia Indonesia Captain Achmad Sadikin mengatakan bahwa tidak benar AirAsia melanggar jadwal penerbangan di rute tersebut dan tidak akan melakukan penerbangan ilegal.

“Kami pastikan itu tidak benar, kami tak akan terbang kalau ilegal,” kata Achmad di Surabaya, Jumat, 2 Januari 2015 malam, menanggapi pembekuan rute tersebut. (fs)

0 Response to "Bekukan Rute AirAsia, Kemenhub Dipertanyakan Praktisi Penerbangan"

Post a Comment