Bersembunyi di Balik 'Politik Kriminalisasi' Menteri Pratikno



Menteri Sekretaris Negara Pratikno tiba-tiba mengungkap soal komitmen Jokowi tentang seruan agar tidak ada kriminalisasi terhadap Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi /KPK dan pegiat antikorupsi. Ada apa dengan Pratikno?

Janggal rasanya bila tiba-tiba Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkap soal seruan Presiden Jokowi agar tidak ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan para pegiat antikorupsi. Pernyataan itu kembali diperkuat saat mendampingi Presiden di Ponorogo, Jawa Timur, Jumat, 6 Maret 2015. 

"Presiden komitmen untuk stop kriminalisasi," tegas Pratikno.

Sehari sebelumnya di Kantor Setneg, bekas Rektor UGM Yogyakarta ini juga menegaskan dari awal Presiden Jokowi memiliki komitmen agar tidak ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan para pegiat antikorupsi.

"Dari awal Presiden mengatakan stop, enggak boleh ada kriminalisasi," tegas Pratikno.

Pernyataan Pratikno ini tentu mengejutkan. Setidaknya, dalam pernyataan secara terbuka  Jokowi tidak pernah mengungkapkan istilah kriminalisasi dalam proses hukum yang menjerat sejumlah pimpinan KPK.

Simak saja pernyataan Jokowi dua hari setelah penetapan tersangka Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang menyebutkan agar institusi hukum Polri dan KPK agar saling bahu membahu bekerja dalam pemberantasan korupsi.

"Semuanya tidak boleh merasa sok di atas hukum," tegas Jokowi, di Istana Negara, Ahad, 25 Januari 2015.

Betul Jokowi bicara agar tidak terjadi proses kriminalisasi. Namun harus digarisbawahi, kriminalisasi yang disampaikan Jokowi tidak tertuju secara spesifik kepada pimpinan KPK maupun pegiat antikorupsi.

"Sekali lagi, proses hukum harus transparan, harus terang benderang, dan jangan sampai ada kriminalisasi," tegas Jokowi.

Pernyataan umum Presiden Jokowi soal agar tidak terjadi kriminalisasi ini tentu harus dipahami tidak tertuju pada kelompok atau orang tertentu. Secara normatif, praktik kriminalisasi memang tidak bisa dilakukan kepada siapapun, tak terkecuali rakyat jelata.

Bukti pernyataan Jokowi tidak tertuju pada pimpinan KPK mudah sekali pembuktiannya. Keputusan Presiden No 14 P Tahun 2015 tentang pengangkatan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK dan Keppres tentang pemberhentian sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai pimpinan KPK. Keppres tersebut membuktikan Jokowi tidak menilai apa yang terjadi pada para pimpinan KPK merupakan proses hukum yang biasa saja. Tidak ada unsur kriminalisasi.

Pernyataan Pratikno terkait seruan Presiden Jokowi agar tidak terjadi kriminalisasi kepada Pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi tak ubahnya pernyataan yang tidak menemukan konteksnya. Kendati demikian, seperti dikomando, pernyataan Mensesneg Pratikno ini ditindaklanjuti dengan kehadiran Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana, yang belakangan dikaitkan dengan kasus korupsi, ke Setneg untuk mengkonfirmasi tentang pernyataan Pratikno.

"Kami mendengar kemarin Presiden melalui Pak Pratikno meminta supaya dihentikan seluruh proses kriminalisasi, baik terhadap pimpinan KPK, struktural dan pendukung-pendukung KPK," kata Bambang Widjojanto di Kantor Setneg, Jumat, 6 Maret 2015.

Pernyataan Pratikno yang mengungkap soal komitmen Jokowi agar tidak terjadi kriminalisasi kepada pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi ini terasa kering dari konteks pernyataan Presiden.

Semestinya, Mensesneg sebagai pejabat yang berada di lingkar dalam Presiden agar lebih bersikap hati-hati dalam menyampaikan pernyataan terutama yang mengatasnamakan Presiden. Memutar kaset "kriminalisasi" namun tidak sesuai dengan konteks justru patut dipertanyakan motif dan tujuan Pratikno. Baiknya, Mensesneg menghindarkan diri dari istilah-istilah yang justru memancing kembali polemik di publik. **

0 Response to "Bersembunyi di Balik 'Politik Kriminalisasi' Menteri Pratikno"

Post a Comment