Modus Kejar Tayang Pergantian Kapolri

[LAGI, MASIH TENTANG KAPOLRI]

Majalah METRO BRATA No. 116/II, Januari 2015, ini mengangkat topik utama "Megawati dalam Skandal BLBI". Meski tidak banyak hal baru yang bisa diungkap oleh laporan tersebut, melainkan sekadar menulis kembali kronologi kebijakan terkait BLBI hingga rezim Megawati, namun tulisan akhir laporan tersebut, "Operasi Senyap Pengamanan Ibu Ketua", bisa mengingatkan lagi kita pada satu hal penting mengenai bagaimana biasanya modus untuk mengintervensi KPK.

Para pimpinan KPK, yang jumlahnya hanya lima orang, mungkin tidak mudah diintervensi. Apalagi mereka selalu berada dalam sorotan kamera. Namun, dalam penanganan kasus di KPK, peran penting sebenarnya dimainkan oleh para penyidik dan jaksa penuntut, yang notabene berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung. Mereka inilah yang rentan terhadap intervensi.

Dalam sejumlah kasus besar yang ditangani KPK, terutama yang bisa mengusik pusat kekuasaan, istana hampir selalu menggunakan tangan Kapolri dan Jaksa Agung untuk melindungi kepentingannya. Modus yang biasa dilakukan adalah melalui penarikan dan penggantian para penyidik dan jaksa mereka yang ditugaskan di KPK. Sejak masa SBY hal ini biasa dilakukan. Dan jangan heran, jika wacana penarikan jaksa penuntut KPK juga merupakan salah satu pernyataan penting paling awal yang keluar dari Jaksa Agung H.M. Prasetyo.

Itu sebabnya, diberhentikannya Sutarman secara mendadak tidaklah mengherankan. Empat komisioner KPK yang akan berakhir tugasnya tahun ini mungkin akan ngotot kejar tayang atas beberapa kasus "besar" yang bisa menarik perhatian publik, untuk bisa meninggalkan kesan baik di akhir masa jabatan mereka. Dan, seiring dengan itu, setelah posisi Jaksa Agung (diisi politisi Nasdem -red), istana tentu saja membutuhkan jaminan bahwa pejabat Kapolri juga sehaluan dengan "kepentingannya". Itu sebabnya mereka juga harus kejar tayang untuk mengisi jabatan tersebut.

Apakah sudut pandang ini juga akan disebut tendensius?! Oalah...

*dari wall fb Tarli Nugroho

Tweet