Menindaklanjuti pengungkapan fakta atas pertemuan diam-diam Abraham Samad dengan elite PDI P terkait pilpres 2014 kemarin, Hasto menekankan, pihaknya tak mau mencampuri kebijakan KPK tentang pembentukan komite etik untuk mengadili Abraham Samad atas perkara tersebut.
Hasto menegaskan, ini kali kedua nama baik KPK dicemarkan oleh oknum yang selama ini tercatat bersih di mata publik. Hal ini pun ia lakukan agar KPK tidak dirusak oleh kehendak politik oknum komisionernya.
"Ini kedua kali sudah terjadi. Pertama saat bocornya sprindik Anas Urbaningrum. Kedua kasus ini dimana ada pimpinan KPK yang masih memiliki suatu kehendak politik dan pingin jadi cawapres di pilpres," ujarnya.
Hasto menyatakan, kewenangan KPK begitu besar. Oleh karenanya, ia mendorong agar KPK harus semakin berani memberantas korupsi termasuk bila hal tersebut dilakukan oleh komisionernya.
Hasto pun mencatat, penetapan tersangka kerap kali dijadikan momen politisasi dan festivalisasi oleh oknum komisioner.
"Misalnya Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka saat ultahnya dan saat pensiun. Tapi tindak lanjutnya tak jelas. Kedua Suryadharma Ali yang ditetapkan jadi tersangka jelang Pemilu 2014. Jelas ada sinetronisasi penetapan tersangka," jelas Hasto.
"Kita tak mau campuri kewenangan KPK. Cuma rasanya kurang elok. Harusnya penegakan hukum lebih didahulukan daripada sinetronisasi. Ini bukan terkait dengan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan ya. Yang kami lakukan hanya demi mengawal KPK agar sejalan dengan seluruh roh kelahirannya."
Situasi politik yang menurut Hasto sangat genting, semestinya tidak digunakan oleh salah satu pihak untuk menjadikan lawan politiknya sebagai korban ambisi.
"Situasi sekarang sangat genting yang menyebabkan dua institusi besar berhadapan. Padahal kami harap semua bisa melaksanakan tugasnya masing-masing dengan menjunjung etika dan tak jadi alat kepentingan pihak manapun," ujar Hasto,
"Ternyata sekarang kami menemukan, antara KPK sebagai lembaga yang dapat kepercayaan, dengan tindakan pimpinannya itu berbeda. Ada gap diantara misi KPK dengan kepentingan politik oknum di KPK," tutup Hasto. [*]
Hasto menegaskan, ini kali kedua nama baik KPK dicemarkan oleh oknum yang selama ini tercatat bersih di mata publik. Hal ini pun ia lakukan agar KPK tidak dirusak oleh kehendak politik oknum komisionernya.
"Ini kedua kali sudah terjadi. Pertama saat bocornya sprindik Anas Urbaningrum. Kedua kasus ini dimana ada pimpinan KPK yang masih memiliki suatu kehendak politik dan pingin jadi cawapres di pilpres," ujarnya.
Hasto menyatakan, kewenangan KPK begitu besar. Oleh karenanya, ia mendorong agar KPK harus semakin berani memberantas korupsi termasuk bila hal tersebut dilakukan oleh komisionernya.
Hasto pun mencatat, penetapan tersangka kerap kali dijadikan momen politisasi dan festivalisasi oleh oknum komisioner.
"Misalnya Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka saat ultahnya dan saat pensiun. Tapi tindak lanjutnya tak jelas. Kedua Suryadharma Ali yang ditetapkan jadi tersangka jelang Pemilu 2014. Jelas ada sinetronisasi penetapan tersangka," jelas Hasto.
"Kita tak mau campuri kewenangan KPK. Cuma rasanya kurang elok. Harusnya penegakan hukum lebih didahulukan daripada sinetronisasi. Ini bukan terkait dengan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan ya. Yang kami lakukan hanya demi mengawal KPK agar sejalan dengan seluruh roh kelahirannya."
Situasi politik yang menurut Hasto sangat genting, semestinya tidak digunakan oleh salah satu pihak untuk menjadikan lawan politiknya sebagai korban ambisi.
"Situasi sekarang sangat genting yang menyebabkan dua institusi besar berhadapan. Padahal kami harap semua bisa melaksanakan tugasnya masing-masing dengan menjunjung etika dan tak jadi alat kepentingan pihak manapun," ujar Hasto,
"Ternyata sekarang kami menemukan, antara KPK sebagai lembaga yang dapat kepercayaan, dengan tindakan pimpinannya itu berbeda. Ada gap diantara misi KPK dengan kepentingan politik oknum di KPK," tutup Hasto. [*]

0 Response to "Perlukah Komite Etik Untuk Adili Samad?"
Post a Comment