Pahamkah Menteri Jonan Dengan Adagium 'No Blame Culture' ?

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam kunjungan ke Flop di Bandara Soekarno-Hatta - Foto : Ist. 
Insiden AirAsia QZ8501 yang semestinya menjadi catatan bersama kalangan pemerintah, pengusaha jasa transportasi, pelaksana jasa transportasi dan publik, kini tercoreng oleh aksi arogan pemerintah, dalam hal ini kementerian perhubungan, atau secara khusus, Menteri Perhubungan.

Aksi menteri Jonan mendatangi kantor Flight Operation (FLOP) dan marah besar karena mendengar bahwa tidak ada briefing sebelum terbang memancing reaksi dari penerbang sekaligus mantan direktur PT Merpati Nusantara Airlines.

Melalui broadcast blackberry messenger kepada beberapa jurnalis, Captain Sardjono Jhony Tjitrokusumo hari Sabtu, 3 Januari 2015 meluapkan emosinya.
Mana ada Pilot ikut Briefing Cuaca,sebelum terbang? Semua Airline di dunia pilotnya SELF BRIEFING! Info cuaca sudah printout dari system yang digunakan maskapai, sudah disiapkan saat persiapan terbang, JANGAN NGARANG lalu bilang salah PILOT karena tidak ikut briefing. TIDAK ADA prosedur itu. Dan TIDAK PERLU ADA!! BAYANGKAN kalau semua penerbangan pilotnya di-briefing cuaca oleh BMKG, mau antri dimana? Berapa orang yg briefing?" - Capt. Sardjono Jhony Tjitrokusumo
Sementara mantan Menteri Perhubungan di era pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusman Syafii Djamal, dengan bijak mengatakan, bahwa  harus ada evaluasi dan introspeksi menyeluruh kepada jajaran otoritas Bandara Juanda.

Tolong di-check bagaimana tatacara sanksi ini dijatuhkan. Apa telah ada penyelidikan mendalam sebelumnya. Apa Direktur Operasi Maskapai telah diperiksa? Apa Kepala Bandara Juanda telah diperiksa? Apa otoritas Bandara telah diperiksa? Apa Slot Coordinator telah diperiksa ? Apa Direktur pemberi ijin rute juga telah diperiksa. Sebab ini sebuah mata rantai proses. Sebab tak mungkin ada pilot yang berani terbang jika tidak ada ijin rute yang resmi. Tak mungkin counter check in dan gate dibuka oleh Manajer Bandara Juanda jika tidak ada ijin slot yang resmi. Apalagi jika tidak ada clearance Kelaikan Udara dan tidak ada clearance Manifest dari Otoritas Penerbangan,” - Jusman Syafii Djamal 
Lebih lanjut, Jusman menuliskan harapannya agar semua pihak mempercayai dan mengandalkan otoritas yang dibentuk berdasarkan UU.

"Saya berharap dalam melakukan investigasi atas proses terjadinya kecelakaan pesawat kita perlu percaya dan mengandalkan Otoritas yang telah dibentuk berdasarkan Undang Undang yakni KNKT”, ujarnya, Jumat, 2 Januari 2015.

Jusman juga menambahkan, bahwa dalam menginvestigasi sebuah insiden kecelakaan, KNKT berpegang teguh pada adagium NO BLAME CULTURE, sehingga hukuman bukan tujuan dari proses investigasi.

Faisal Arief, seorang pilot dari maskapai Garuda Indonesa pun  menuliskan kekecewaannya kepada Ignasius Jonan. Senada dengan Jusman, Faisal pun menegaskan bahwa dalam proses investigasi, sebaiknya berbagai pihak tidak saling tuding. Karenanya, Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, dipandang Faisal tak mengetahui adagium dasar dalam proses investigasi yang berlaku secara internasional.

"Ini Menhub kebakaran jenggot banget cari kambing hitam QZ8501, ketahuan gak ngerti kalau dlm investigasi itu "No Blame Culture", tulis Faisal, kemarin Sabtu, 3 Januari 2015.

Captain Budiharto, seorang instruktur sekaligus penerbang Boeing 777 juga menambahkan sebaiknya semua pihak bersabar dan menanti hasil investigasi KNKT.

"Hentikanlah semua kata-kata yang tak perlu, apalagi dari seorang Menteri yang notabene jajarannya sedang menjadi sorotan publik. Bersabar dan tunggu KNKT. Investigasi itu tak mengenal budaya saling menyalahkan," tegasnya.

Nah, bagaimana Menteri Jonan? Apakah Bapak Menteri paham dengan adagium "No Blame Culture" ini? (fs)

0 Response to "Pahamkah Menteri Jonan Dengan Adagium 'No Blame Culture' ?"

Post a Comment