Badan SAR Nasional resmi mengumumkan penghentian operasi pencarian jenazah korban pesawat AirAsia QZ8501. Proses evakuasi berhenti sejak Selasa 27 Januari 2015 atau 31 hari setelah pesawat hilang kontak pada 28 Desember 2014.
Pesawat dengan rute penerbangan Surabaya tujuan Singapura itu ditemukan jatuh di Selat Karimata, Kalimantan Tengah.
Penghentian evakuasi itu pun disambut beragam oleh sejumlah keluarga penumpang. Ada yang merelakan proses evakuasi berhenti, namun ada pula yang berharap evakuasi tetap dilanjutkan hingga semua jenazah ditemukan.
Seperti yang diharapkan oleh keluarga Djarot Biantoro (56), warga asal Jalan Jeruk Kota Malang yang berada di pesawat bersama istrinya, Ernawati (56) dan anaknya Kevin Biantoro (17). Kerabat berharap seluruh jenazah bisa dipulangkan ke Malang dan dimakamkan dalam satu lingkungan pemakaman yang sama.
Kerabat pengusaha dan pemilik toko UD Kayu Citra itu bahkan telah menyiapkan tanah untuk Ernawati dan Kevin di dekat liang milik Djarot Biantoro yang jenazahnya telah dikenali dan diserahkan pada keluarga sejak Senin 26 Januari 2015.
Jika tak pulang dalam keadaan selamat, kerabat berharap bisa berjumpa dan mengantarkan keluarga Biantoro berpulang bersama untuk terakhir kalinya. “Kami masih berharap mereka bisa ditemukan semuanya. Mohon doanya agar semua jenazah bisa dimakamkan di tempat yang sama,” kata In In Rahmawati (38) keponakan Djarot Biantoro, Selasa 27 Januari 2015.
Jika proses evakuasi dihentikan, kerabat hanya bisa pasrah dan tetap berharap jenazah Kevin dan Ernawati ada di antara 15 jenazah yang saat ini berada di RS Bhayangkara, Surabaya. Asa itu menguat dari informasi yang diterima kerabat bahwa jenazah Djarot ditemukan dalam posisi terikat di bangku pesawat bersama sekitar enam jenazah lain, di dalam badan pesawat AirAsia.
“Harapannya istri dan anaknya bisa segera dikenali karena duduknya tidak berjauhan,” katanya.
Sementara itu, Sukianto, warga Junrejo Kota Batu, menyatakan rela jika evakuasi dihentikan, meskipun hingga saat ini hanya satu dari lima kerabatnya yang bisa dikenali dan diserahkan pada keluarga. "Adik ipar saya The Darmaji, adik kandung saya Monica Wahyuni, anak saya Kartika Dewi Sukianto, suaminya Samuel Joyo Sentosa, dan cucu saya, anak Kartika dan Samuel, Yonatan Subastian Sentosa,” kata Sukianto.
Pria yang sehari-hari berjualan roti oven di Kota Batu ini mengaku pasrah dengan keputusan pemerintah. Dia pasrah lantaran tak bisa berbuat lebih jauh untuk melanjutkan pencarian sendiri. "Ya mau bisa apa, saya juga ndak bisa nyari sendiri, mungkin sudah takdirnya,” ujarnya, pasrah.
Dia mengaku, sebelumnya keluarga korban telah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah tentang rencana penghentian evakuasi ini. Saat itu, rencana tersebut telah disampaikan tim di Surabaya kepada adiknya yang selalu mengikuti proses identifikasi jenazah di RS Bhayangkara. Menurut dia, memang sudah ada rencana pemerintah menghentikan evakuasi ini jika jenazah sudah tak lagi ditemukan.
Seperti halnya kerabat Biantoro, kini keluarga hanya bisa menunggu dan berharap ada jenazah lain yang bisa dikenali dari beberapa jenazah yang ada di RS Bhayangkara.
Selain itu, keluarga berharap ada bantuan dari pemerintah tentang penerbitan surat keterangan kematian bagi korban yang jasadnya tak ditemukan. “Kemarin surat kematian untuk The Darmaji saja yang keluar, karena jasadnya sudah ditemukan. Kalau sekarang proses evakuasi berhenti dan jasadnya tidak ditemukan surat kematiannya bagaimana, itu kami butuhkan untuk kebutuhan administrasi berbagai hal oleh ahli warisnya,” tuturnya.
Sementara itu, soal asuransi dari maskapai AirAsia, belum juga diterima oleh kerabat hingga hari ke-31 proses evakuasi berlangsung. Sukianto menyebut pernah ditawari uang sebesar Rp350 juta dan Rp25 juta dari maskapai tak lama sebelum jenazah The Darmaji berhasil dikenali dan diserahkan pada keluarga.
Namun, pemberian itu ditolak lantaran tak sesuai dengan prosedur asuransi yang seharusnya diterima kerabat. Artinya, kerabat The Darmaji belum mendapatkan asuransi setelah jenazahnya diserahkan pada keluarga pada 16 Januari 2015.
Penghentian operasi evakuasi yang dinyatakan langsung oleh Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Muda TNI Widodo itu disampaikan dari atas KRI Banda Aceh di Selat Karimata.
Pangarmabar menghentikan operasi evakuasi karena di badan pesawat tidak ditemukan lagi jasad korban. Selain itu, kondisi medan operasi evakuasi sangat membahayakan tim penyelam. Selain gelombang tinggi, arus bawah laut juga cukup kuat. Baca: 19 Penyelam Keracunan
Dalam operasi sejak hari pertama hingga hari ke-31, tim SAR gabungan telah berhasil menemukan dan mengevakuasi 70 dari 162 penumpang dan kru, sehingga masih tersisa 92 korban.
Seluruh korban ditemukan dalam kondisi sudah tak bernyawa di beberapa lokasi di sekitar Perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, hingga perairan Kalimantan Selatan.
Dari 70 korban, 69 sudah dievakuasi ke Posko DVI Polda Jatim di RS Bhayangkara Surabaya. Satu jasad masih berada di Pangkalan Bun dan segera diterbangkan ke Surabaya.
Setelah penghentian ini, seluruh pasukan dan kekuatan TNI mulai ditarik dari lokasi operasi SAR di Selat Karimata. [art/viva]
0 Response to "Meski 92 Korban Belum Berhasil Ditemukan, Operasi SAR QZ8501 Dihentikan"
Post a Comment