Menguji Kebijakan Yasonna Laoly

Joko Widodo pada gilirannya gerah dengan kegaduhan yang dipicu oleh kebijakan anggota Kabinet Kerja. Salah satunya adalah kebijakan yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly.

Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla akan mengevaluasi secara besar-besaran atas kinerja para pembantunya yang kini memimpin berbagai kementerian. Di antara yang mendapat sorotan tajam Jokowi-JK agar kebijakan Yasonna, khususnya terkait keputusannya tentang kepengurusan ganda dua partai politik besar, yaitu Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Wijayanto belum lama ini menyatakan bahwa evaluasi atas kinerja para pembantunya merupakan kewenangan Presiden dan Wapres. Evaluasi bakal dilakukan karena keputusan Menkumham berbuntut panjang.

Contohnya, saat Mahkamah Partai (MP) PPP memutuskan diadakannya muktamar di Jakarta, tapi Menkumham justru mengakui muktamar yang tidak direkomendasikan oleh MP. Itu sebabnya, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan keputusan Menkumham atas pengakuannya terhadap kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy yang menyelenggarakan muktamar di Surabaya. Alhasil, proses hukum pun terus berlanjut karena belum inkracht (mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat).

Kalangan DPR dan partai politik punya dua penilaian terhadap keputusan Yasonna terhadap konflik Partai Golkar. Satu pihak mendukung keputusan itu. Sedangkan, pihak lain menilai kebijakan Menkumham terhadap Partai Golkar sangat politis karena tidak berdasarkan fakta hukum yang sebenarnya seperti yang diungkapkan Ketua MP Golkar Prof Muladi, bahwa tidak ada keputusan dari sidang kecuali intepretasi masing-masing hakim.

Jika kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie (ARB) menempuh langkah yang sama seperti yang dilakukan kepengurusan PPP kubu Djan Faridz, yaitu mengajukan gugatan ke PTUN, besar kemungkinan keputusan Menkumham mengakui kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono dimentahkan oleh PTUN.

Perjalanan proses hukum kasus PPP dan Partai Golkar tentu masih panjang, karena ada proses banding di peradilan tingkat dua dan kasasi serta proses peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Yang terang, adanya rencana mengevaluasi kinerja para menteri itu menunjukkan adanya kesadaran dari Presiden Jokowi yang tak ingin para pembantunya membuat kebijakan yang justru menciptakan instabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada dua kemungkinan dari hasil evaluasi kinerja para menteri, yaitu menteri diminta memperbaiki kinerjanya, atau dicopot karena dikhawatirkan perilaku menteri yang bersangkutan akan terus bemasalah sepanjang lima tahun masa kerja presiden.

Kita tunggu hasil evaluasi Jokowi-JK terhadap Yasonna. Jangan sampai keputusan duet Presiden-Wapres itu menambah panjang kekecewaan masyarakat maupun kalangan partai kepada pemerintah. [bs]

0 Response to "Menguji Kebijakan Yasonna Laoly"

Post a Comment