Guru Besar Fakultas Hukum Uinversitas Gadjah Mada-Yogyakarta yang mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana tidak datang memenuhi panggilan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Jumat, 6 Maret 2015. Denny dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi payment gateway di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Denny malah memilih datang ke istana untuk menemui Menteri Sekretaris Negara Pratikno atau Sekertaris Kabinet Andi Widjajanto. Denny mengatakan, ia telah mengutus kuasa hukumnya ke Bareskrim Polri.
Ia mengaku, dirinya sudah berniat untuk hadir dalam pemanggilan itu. Tapi, berdasarkan hasil diskusi dengan rekan-rekannya, diputuskan untuk mengutus pengacara.
“Hasil rapat dengan teman-teman diputuskan bahwa karena ini bukan kasus pribadi, tapi terkait dengan gerakan antikorupsi. Jadi, rapat tadi dengan Mas Bambang Widjojanto, dengan Mas Yunus Husein, dengan Mas Erman Sentosa, Mas Imam Prasodjo, Mas Bambang Harimukti, dan teman-teman LSM, semua memutuskan yang hadir ke Bareskrim adalah kuasa hukum saya,” tuturnya.
Denny sebelumnya sudah mengungkapkan kasus payment gateway adalah kriminalisasi. Dia membuat terobosan itu justru untuk mempermudah dalam pelayanan pembuatan paspor. Ia juga membantah tudingan senator yang politisi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika yang melalui akun Twitter-nya, Pasek membeberkan peran Denny dalam kasus dugaan korupsi itu
Sementara itu, pengamat politik dari Zoon Politikon, Fahmi Andriansyah, ketika diminta komentarnya terkait mangkirnya Denny mengatakan, Denny terjangkiti sindroma hubris.
“Dalam dunia politik dikenal adanya sindroma hubris. Sindroma ini biasanya memang menjangkiti politisi. Mereka merasa di atas hukum dan kebal hukum. Bukan hanya Denny, tapi banyak politisi dari berbagai penjuru dunia mengidap ‘penyakit’ ini. Di Indonesia, selain Denny, bisa kita lihat penyakit ini juga diidap Jokowi dan Ahok. Lihat saja bagaimana Jokowi menerobos aturan ketika mengeluarkan kartu-kartu yang katanya sakti itu. Juga Ahok yang seenak-enaknya melanggar aturan dengan mengajukan RAPBD versinya sendiri ke Kementerian Dalam Negeri dan juga bagaimana dia melanggar izin reklamasi Pantai Pluit. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang menebar benih-benih yang akan menghancurkan tatanan hukum", ujar Fahmi.
Lebih lanjut, Fahmi mengemukakan bahwa di negara-negara maju, sindrom tersebut juga ditemukan.
"Di negara-negara maju, penyakit ini juga ada. Tapi, perkembangannya bisa ditekan karena sistem hukumnya sudah kuat dan masyarakatnya juga cenderung kritis dan jarang sekali menyanjung orang yang sedang berkuasa. Kalau di kita kan aneh, orang yang sedang berkuasa seperti Ahok malah dipuja, seolah kekuasaan yang ada di tangan Ahok adalah sesuatu yang sudah terberi dari sananya, sesuatu hak mutlak yang memang sudah digariskan untuk Ahok, jadi apa pun yang Ahok lakukan dengan kekusaannya itu selalu dianggap wajar dan benar,” ungkap Fahmi. [*/pn]
0 Response to "Jokowi, Ahok, Denny Idap Sindroma Hubris"
Post a Comment