Begal Motor Lari Terbirit Hadapi Remaja Puteri Tapak Suci Muhammadiyah
Beberapa waktu yang lalu, seorang siswi SMP Muhammadiyah berhasil menggagalkan pembegalan terhadap seorang perempuan di jalan Kaswari, Kebumen. Saat ia melintas di jalan itu, ia melihat sebuah aksi kejahatan terhadap seorang perempuan pengendara motor. Dengan sigap Endang, demikian nama siswi tersebut, turun dari sepedanya, mengambil batu sebesar bola tenis dan melontarkannya ke arah si pembegal. Pembegal yang berjumlah dua orang itu kaget, dan langsung melarikan diri dengan motor.
Mengapa Endang berani melawan pembegal yang secara fisik lebih kuat dari dirinya? Karena Endang pernah belajar seni beladiri tapak suci di sekolahnya. Ia menjadi pahlawan.
Harian Kompas (26/2/2015) memuat tulisan tentang pentingnya memasukkan ketrampilan bela diri dalam kurikulum di sekolah-sekolah. Penulis artikel itu mengusulkan hal ini karena saat ini sedang marak terjadi pembegalan di kota-kota besar terutama di Jakarta dan Bogor. Pihak yang harus sigap saat terjadi pembegalan, demikian artikel itu mengatakan, adalah diri kita sendiri, sang (calon) korban. Bukan polisi, bukan hansip. Jika kita tidak sigap, maka fatal akibatnya.
Di Koran ditulis bahwa pada 24 Februari 2015 di Pondok Aren, Tangerang Selatan, seorang perempuan berhasil melawan pembegal yang berusaha merampas motor yang sedang ia naiki bersama temannya. Perempuan itu melawan sang pembegal berjumlah empat orang dengan perlawanan seadanya. Beruntung perempuan bernama Sri Astriani (20 tahun) itu berhasil merampas pisau dari tangan pembegal dan menjatuhkannya. Kawan-kawan pembegal yang berjumlah tiga orang lari meninggalkan satu orang yang terjatuh yang kemudian ditangkap warga dan dipukuli hingga babak belur.
Berbeda dengan Endang yang pemegang sabuk kuning tapaksuci, Sri Astriani tidak menguasai teknik beladiri. Ia melawan sebisanya dengan gerakan asal-asalan. Sekalipun demikian ia mampu membuat pembegal yang berjumlah empat orang itu kecut dan hilang nyali.
Membaca berita di atas, kita jadi prihatin, betapa rawannya keamanan di lingkungan kita. Para pelaku kejahatan pun tidak membeda-bedakan korbannya. Seorang perempuan pedagang sayur di Depok menjadi korban (Kompas, 28 Februari 2015). Motornya dirampas, dan ia dilempar ke kali. Para pembegal tidak hanya merampas motor, namun juga melukai korbannya walaupun korbannya seorang perempuan tak berdaya.
Jika kita berada dalam situasi di atas, apa yang akan kita lakukan? Diam saja? Diam berarti sikap kalah terhadap kezaliman. Diam adalah selemah-lemahnya iman demikian kata sebuah hadits Nabi. Banyak anggota masyarakat yang diam saja saat melihat kejahatan terjadi di depan hidungnya. Padahal membiarkan terjadinya sebuah kejahatan adalah kejahatan. Untuk meminimalisir kejahatan, masyarakat harus melawannya. Masyarakat harus berkata “tidak!” terhadap pembegalan yang terjadi di sekitarnya. Bukankah kita telah terlatih mengatakan “tidak”, lewat syahadat “tidak ada tuhan selain Allah” ( la ilaha illallah).
Muhammadiyah telah melengkapi sistem pendidikannya dengan pendidikan pertahanan diri, yaitu seni bela diri tapak suci. Walau seni beladiri tapak suci merupakan kegiatan ekstra kurikuler, akan tetapi ia bisa menjadi sesuatu yang sangat penting dalam membangun karakter anak didik kita. Mereka yang memiliki ketrampilan beladiri niscaya akan percaya diri menghadapi siapa pun.
Akan tertanam dalam diri generasi muda panggilan untuk menjadi pelindung bagi yang lemah. Karakter seperti ini sangat dibutuhkan oleh para pemimpin. Semboyan “tanpa iman dan takwa saya menjadi lemah, dengan iman dan takwa saya menjadi kuat” yang diucapkan dalam setiap sesi latihan bela diri tapak suci merupakan penanaman akidah yang sangat efektif.
Tapaksuci juga sebuah kegiatan yang digemari oleh para siswa di luar sekolah Muhammadiyah. Di kabupaten Kebumen, contohnya, tapak suci putera Muhammadiyah diajarkan di sekolah-sekolah negeri dan swasta. Bahkan mereka yang bukan muslim dan beretnis Tionghoa pun ikut menjadi anggota tapaksuci, dan setiap berlatih mereka juga membaca dua kalimat syahadat. Siapa tahu mereka juga tertarik belajar shalat, masuk Islam dan menjadi kader Muhammadiyah.
Jika sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah belum measukkan seni beladiri ke dalam kurikulumnya, Muhammadyah sejak seabad yang lalu telah berpikir untuk membekali anak didiknya dengan ketrampilan bela diri.
Melihat peran strategis yang ada pada seni beladiri tapaksuci, sudah saatnya organisasi otonom TSPM ini bersinergi dengan Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah. Puteri Muhammadiyah yang tergabung dalam Nasyiatul Aisyiyah (NA) harus memandang seni beladiri tapaksuci sebagai kegiatan yang penting. Para akitifis NA seringkali pulang malam usai rapat atau pengajian di kantor Muhammadiyah. Mereka harus pulang sendirian, naik motor. Jika mereka memiliki ketrampilan beladiri, pasti mereka tidak akan takut walau harus berjalan di jalan sepi. Ia juga akan tenang saat berjalan sendiran di antara para lelaki. Ia tidak takut diganggu.
Di zaman di mana banyak perempuan muda menjadi korban kejahatan, baik itu pembegalan dan perkosaan yang disertai pembunuhan, membekali mereka dengan ketrampilan beladiri merupakan keniscayaan.
Sudah saatnya sekolah-sekolah Muhammadiyah memprioritaskan pelajaran ekstra-kurikulernya dengan seni beladiri tapak suci. Kemampuan dalam seni beladiri akan menumbuhkan jiwa yang mantap dan tidak mudah diintimidasi oleh siapa pun. (sp/jpsm-indonesia.web.id)
0 Response to "Begal Motor Lari Terbirit Hadapi Remaja Puteri Tapak Suci Muhammadiyah"
Post a Comment